Sabtu, 21 Maret 2015

FanFiction: KILL IA KILL (Chap.2)





Seperti Ini-kah??




Main Cast: -Ryuuko mattoi

                -Naichi Suko

                -Nonosuke Hajime


Chapter: 2



............................................



‘Hannouji Academy’ tempat yang sama sekali tidak terbayangkan bahwa aku akan benar-benar bersekolah didalamnya. Walaupun Hannouji termasuk sekolah favorit, tetapi aku tidak memasukkannya kedalam list sekolah yang aku incar.
Tetapi, sekarang, aku ada disini. Di Hannouji Academy. Menjadi bagian darinya. Menjadi salah satu muridnya.


...........................................



Aku dan Naichi merupakan saudara kembar. Tetapi kembar tidak identik. Kami bagaikan pinang yang dibelah, tetapi sebagian belahannya bukan berisi pinang. Naichi itu, cantik, semampai, rambut yang hitam bagus, kontur wajahnya halus, bagaikan tidak ada cacat sedikitpun diwajahnya. Sedangkan aku? Kebalikan dari naichi. Tetapi, mata kami sama. Bulat, dan coklat terang.

Suatu hari, kami diajak Ibu kami ke kuil di lembah gunung Fuji. Seorang pendeta Budha berkata kepada ibu:


  “Wajahnya memang sangat berbeda, sifatnya pun berbeda. Lihatlah, pancaran aura dari mata sang kakak menggambarkan sebuah kewaspadaan dan pembalasan, tetapi juga kelembutan. Sedangkan si kecil ini, matanya memancarkan aura keingintahuan  dan kecerobohan, tetapi juga kelembutan. Kau pasti Ibu yang sangat mengajarkan tata cara kelembutan kepada kedua putrimu ini.”
sedangkan Ibu, ia hanya tersenyum malu-malu penuh arti.
 

Nama panjangku Ryuuko Suko. Setidaknya itu waku aku masih kecil. Suko merupakan nama keluarga pemberian ayahku. Tetapi saat umur kami menginjak 9 tahun, kedua orangtua kami bercerai. Aku lebih memilih untuk tinggal bersama ibu, dan Naichi bersama ayah. Oleh karena itu, nama keluargaku pun berubah menjadi Mattoi sesuai dengan dengan nama keluarga pemberian ibu.
 

Satu bulan yang lalu, Naichi mengunjungi aku dan ibu di perfektur Fukuoka. Memang aku dan ibu tinggal di Fukuoka dirumah Nenek. Ibu dari Ibuku yang meminta kami untuk menemaninya. Rumah nenek sangatlah sederhana. Seperti rumah-rumah kebanyakan didesa. Tetepi, halaman rumahnya begitu luas. Sehingga aku dapat menanam apa saja yang aku inginkan dihalaman depan.


 “Ryuu, aku mengunjungimu karena aku ingin meminta bantuanmu.”
 

Naichi mengajakku berjalanjalan meyusuri sungai tempat dulu kita sering mencari ikan bersama-sama saat berkunjung dirumah nenek.


 “Bantuan apa? Jika aku bisa membantu, aku pasti akan membantumu.” Jawabku sambil menerawang jauh kedalam aliran air sungai.“Kau pasti bisa membantuku. Sekarang bersiap-siaplah. Kau akan pindah ke Tokyo beberapa hari lagi.”
“Pindah ke Tokyo? Apa maksudnya? Aku hanya ingin membantumu. Bukan ingin pindah ke Tokyo.”
“Ada sebuah permasalahan di sekolahku di Tokyo. Sangat pelik. Kau harus membantuku. Aku harus sesegera mungkin menyelesaikannya.” Naichi terlihat begitu gusar.“Tidak!! Jika itu menyangkut dengan pertukaran tempat seperti dulu. Aku benar-benar tidak mau.” Aku berjalan mendahului naichi yang tertinggal dibelakang.
 

Waktu itu, kita sama-sama berumur dua belas tahun. Naichi memintaku untuk menggantikannya disaat hari pekan olahraga sekolah. Dia ditunjuk oleh guru kelasnya untuk mewakili kelas sebagai peserta dalam lomba lari antar kelas. Sebagai seorang adik, aku pun menyanggupinya. Yaah... yang namanya juga sifat kami berbeda dalam banyak hal, sesampainya pulang dirumah, Ayah pun langsung mengetahuinya dan mengembalikanku ke Fukuoka dan menjemput Naichi juga. Memang sih, aku –atau Naichi menang dalam lomba lari itu dan menjadi juara kelas dengan perolehan medali terbanyak. Tapi, sesampainya di Fukuoka, ternyata Naichi juga sedang dimarahi oleh Ibu dan Nenek. Ya... jadilah kita berdua dimarahi habis-habisan oleh kedua orang tua kami. Hehe,


 “Tidak... bukan hal yang seperti itu Ryuu, ini benar-benar sungguh menyusahkan. Tolonglah..” Naichi mengejarku dan memohon kepadaku.“Bukankah kamu bisa menyelesaikan sendiri masalahmu?” Tolakku.“Tidak. Tidak lagi.”“Jika seperti ini, bagaimana bisa kau menjadi sosok seorang kakak buatku? Bagaimana kau bisa menjadi dewasa?” Tidak bisa kutahan lagi emosiku. Aku pun menaikkan suaraku beberapa oktaf seraya setengah membentaknya.“Baiklah jika kau tidak bisa membantuku, tak apa. Aku akan pulang sekarang juga.” Naichi berjalan berbalik arah kembali kerumah Nenek. 



Dulu, saat aku masih belum bisa menerima kenyataan bahwa orangtua kami bercerai, Naichi yang membantuku. Saat aku merengek meminta dibelikan boneka juga oleh Ibu, Naichi dengan senang hati memberikanku boneka yang baru ia dapatkan dari Ayah. Mungkin sebaiknya aku memang harus membantunya. Akupun tidak tega membiarkan kakakku sendiri kesusahan seperti itu.
Aku pun mengejarnya. “Baiklah, aku akan membantumu. Tapi, atas izin Ibu. Maafkan aku jika Ibu tidak memberi izin.” Kataku akhirnya.
“Baiklah...” Seulas senyum tersungging dibibir Naichi. Aku pun ikut tersenyum juga.
 

Akhirnya, kami berdua meneruskan berjalan-jalan dipinggir sungai sambil bercerita mengenai masa kecil kami yang beitu menyenangkan dan menggelikan. Bahkan sekali-sekali, Naichi menggodaku dan mendorongku. Aku pun berbalik dan mendorongnya juga sampai kami berdua berguling-gulingan di rumput yang tanahnya landai. Sampai senja berubah menjadi hitam. Kelam.


 .......................................................... 



Akhirnya, kami sampai dipemberhentian terakhir. Yaitu stasiun Tokyo. Tiga tahun yang lalu, terakhir kali aku berkunjung dikota ini. Dan lihatlah, betapa berbedanya Tokyo dimataku hanya dalam jangka waktu tiga tahun saja. 



Dari stasiun Tokyo, kita berdua harus menaiki bus sebanyak dua kali dan kembali berjalan ntuk sampai di apartemen tempat Naichi tinggal. –Ya, Naichi tinggal di apartemen. Dia tinggal sendiri. Ayah kami sedang ada tugas pekerjaan di Korea Utara. Sudah lebih dari dua tahun yang lalu, Naichi tinggal sendiri. Kenapa Naichi tidak tinggal bersama aku dan Ibu? Naichi sendiri tidak mau tinggal di Fukuoka. Alasannya, ia tidak mau berpisah dengan kota tempat dimana dia dilahirkan. Haha, klasik. Karena tidak mungkin naichi tinggal di rumah kami, menempatinya seorang diri, maka Ayah memutuskan agar Naichi tinggal saja di apartemen. Sedangkan rumah kami sendiri? Tentu saja disewakan. Beberapa bulan sekali Ayah meyempatkan dirinya pulang ke Tokyo dan mampir ke Fukuoka. Yah, memang orangtua kami sudah bercerai. Tapi itu tidak dapat memutuskan hubungan yang pernah ada di keluarga kami.




 “Naichi. Masih jauh ya?”“Sebentar lagi.” Ujarnya sambil terus menyeret koperku. 



Akupun terdiam dan kembali berjalan mensejajari langkah Naichi. Naichi tidak terlihat begitu kerepotan. Padahal ia membawa tas punggungnya sendiri dan koperku, belum lagi dia juga menenteng beberapa kantong plastik berisi keperluan-keperluan mandiku yang sempat kami beli di toko sesaat setelah kami turun dari bus.


 

Apartemen Naichi tidak terlalu besar juga tidak terlalu kecil. Komplek apartemennya sendiri hanya berupa gedung dengan sepuluh tingkat saja. Dapat dikatakan, letaknya bukan berada di keramaian Tokyo. Tapi bagiku, ini sungguh melegakan. Dengan jarak yang lumayan jauh ini, aku bisa kerasan –seperti di Fukuoka rasanya.



 “Silahkan masuk.” Naichi membuka pintu apartemennya yang ternyata tidak dikunci sama sekali.“Terimakasih. Apakah sudah biasanya apartemenmu tidak dikunci?” Tanyaku spontan setelah menjejakkan kaki beberapa langkah kedalamnya.


 

Apartemennya bersih. Tertata sangat rapih. Bahkan didalamnya, ada dapur juga. Sedari kecil, kami berdua memang mempunyai kebiasaan dan adat yang sangat berbeda. Contohnya, kerapihan dan kebersihan ini. Jika apartemen ini milikku, tidak kurang dalam waktu sehari saja, sudah sangat berantakan –sangat sangat sangat berantakan.


 “Ya. Begitulah. Itu kebiasaanku sekarang. Toh penghuni sekitar juga tidak ada yang mengetahuinya.” Jawab Naichi santai. “Apa kau tidak merasakan khawatir? Apa kau pernah kehilangan sesuatu?” tanyaku lagi sembari meletakkan koper-koperku didepan kamar Naichi.“Kabar baiknya, belum.” Jawab Naichi lagi. “Nih, minum dulu.” Naichi menyodorkan segelas penuh air dingin.




 Dan akupun meminumnya sampai habis. 



Sebenarnya, Honnouji Academy bukanlah sekolah yang sangat diharap-harapkan oleh Naichi. Ia lebih suka bersekolah di Sajasyoku Senior High School. Hal itu terjadi karena Ayah kami sangat menginginkan salah satu dari kami dapat menjadi penerusnya. Dulu, Ayah kami merupakan  lulusan Honnouji. Dan ia adalah satu dari tiga lulusan terbaik tahun itu. Oleh karena itu, ia sangat ingin Naichi juga seperti dirinya. Karena aku tidak akan mungkin masuk ke Honnouji. Ayah tahu itu.


 ..............................................




 “Naichi dan Satsuki dahulunya teman satu SMP.” Kata Nonosuke. 



Nonosuke. Siswa 11.9B. Atas saran Mako –Sahabatku di Honnouji, akhirnya aku berteman dengan Nosuke. Nonosuke lebih akrab dipanggil Nosuke –begitulah. Nosuke merupakan salah satu dari daftar sepuluh orang yang paling dijauhi di Honnouji. Dapat ditebak, Nosuke hampir tidak mempunyai teman. Ia terdaftar sebagai anggota Club Membaca, yang sehari-harinya sepulang sekolah berkutat lagi dengan bermacam-macam buku. Nosuke sangat tidak dapat mengontrol emosinya. Dan ia akan mengeluarkan kata apa saja yang ada dibenaknya dengan semena-mena tanpa mempedulikan orang di sekitarnya –bahkan orang yang diajaknya bicara. Oleh karena itu, kita harus sangat berhati-hati jika ingin mengetahui bermacam-macam informasi darinya.


 “Mereka bahkan bersahabat. Sahabat yang sangat dekat.” Katanya lagi. 



Ya, dulu –dulu sekali, Naichi pernah menceritakan padaku bahwa ia mempunyai seorang sahabat yang bahkan dapat dikatakan telah menggantikan posisiku sebagai saudara kembarnya. Tetapi aku sungguh tidak pernah tahu siapa nama sahabat yang dimaksudkan Naichi itu.


 “Entah karena apa, mereka berdua bermusuhan sampai sekarang.“Menurut rumor yang beredar, mereka berdua sempat menyukai seorang anak laki-laki yang sama. Laki-laki itu adalah ketua dari tim basket. Namanya Yosauro Konari. Mereka berdua pun saling bertukar cerita. Naichi kira, Satsuki tidak akan menyukai Yosaburo. Dan Satsuki kira, naichi juga tidak akan menyukai  Yosaburo. Akhirnya, terciptalah bendera perang diantara mereka. Semenjak hari itu, mereka berdua pun saling berjauh-jauhan.“Mereka berdua saling merebut perhatian dan simpati Yosaburo. Namun pada akhirnya, Yosaburo berpacaran dengan Naichi. Satsuki sangat kesal dan dapat dipastikan, peperangan pun semakin memanas.“Honnouji Academy merupakan sekolah keluarga Satsuki. Awalnya, Naichi tidak mau masuk sekolah ini. Tapi karena ayahya sudah terlanjur mendaftarkannya di Honnouji, dengan berat hati naichi pun mulai bersekolah di Honnouji.“Tidak disangka, peperangan mereka pun semakin memanas. Ibarat Naichi diserang singa dikandang Singa. Tadinya, Naichi menduduki peringkat teratas sepuluh orang yang paling dijauhi di Honnouji.
 


“Darimana kau tahu semua informasi itu? Sampai endetail-detailnya?” Tanyaku menahan emosi. Bukan emosi karena Nosuke, tetap lebih kepada apa yang diceritakan Nosuke kepadaku.
“Itu semua sudah menjadi rahasia umum Ryuu.” Ujarnya lebih lembut. Sepertinya, Nosuke mengetahui arti kilat mataku yang emosi ini. Akupun kembali menguasai diri.“Lalu, bisakah kau ceritakan mengenai laki-laki yang menjadi rebutan antara Satsuki dan Naichi lebih detailnya lagi?” Aku berusaha memperbaiki letak dudukku. 



Suasana kedai hari ini tidak begitu ramai seperti biasanya. Tiga mangkuk bekas ramen teronggok begitu saja dipinggir meja. Satu mangkukku, dan dua lagi mangkuk Nosuke. Aku maklum, jika melihat postur tubuh  Nosuke, memang sudah sepantasnya ia menghabiskan dua mangkuk ramen sekaligus. 


“Besok aku ceritakan lagi yang lainnya. Aku harus pulang. Terimakasih atas ramennya hari ini. Sayōnara.” Nosuke segera bergegas pergi mengayuh sepedanya setelah ia mendapatkan telepon –yang aku kira dari Ibunya.


 ............................................................




 “Naichi tidak mempunyai teman di Honnouji.”

-Ya, aku tahu. Aku sudah mendengarnya sendiri dari Naichi.


“Tahun pertama ia di Honnouji, ia mengajukan diri menjadi kandidat ketua osis melawan Naichi dan beberapa orang lainnya. Tetapi ia kalah dalam tahap pertama. Yang kabarnya, sudah di manipulasi hasil oleh Satsuki.”
 

-Benarkah? Naichi tidak pernah menceritakannya kepadaku.


“beberapa kali juga, Satsuki mengajak naichi untuk bergabung menjadi anggota osis. Tetapi Naichi menolaknya mentah-mentah. Hal itu menambah amarah Satsuki. Dan karena itu, Satsuki memasukkan Naichi kedalam daftar sepuluh siswa yang paling dijauhi di Honnouji.” “Kabarnya, naichi pernah dikerjai habis-habisan saat ia piket sehabis pulang sekolah oleh The Elite Four. Kabarnya juga, itu atas perintah Satsuki. Sehingga selama hampir dua minggu lebih, Naichi tidak masuk sekolah.”

-Satsuki sangat keterlaluan.




 “Kau tahu Ryuu?? Kau mempunyai mata yang mirip dengan mata Naichi. Aku dengar juga Naichi mempunyai saudara kembar di Fukuoka.” 



Untuk pertanyaan Nosuke tadi, aku cepat-cepat menggelengkan kepala mengelaknya.
 

Satsuki sudah sangat-sangat keterlaluan. Aku tidak akan menceritakan kepada Naichi mengenai hal ini. Atau jangan-jangan, yang memasukkan buku bergambar Satsuki kedalam tas Naichi itu Satsuki sendiri? Agar Satsuki dapat dengan mudah mengeluarkan Naichi dari Honnouji? Ah. Aku tidak tahu. Terlalu cepat untuk menarik sebuah kesimpulan. 



Aku pun menggeram pelan. Menahan emosi yang mulai berkumpul didalam dadaku.


 .......................................................


 “Apa aku harus memakai baju ini juga?” Tanyaku sejenak sambil terus memandangi dress kuning cerah bermotif bunga bunga dandelion ditepiannya ini. “Potongan bahunya terlalu lebar untuk ukuran bahuku. Dan kenapa harus ada renda-rendanya? Kau ingin aku bergaya loly? Kenapa tidak mengajakku ke Harajuku saja?” Aku mencoba terus protes untuk tidak memakai baju ini. 



Semalam, aku dan Naichi sudah memutuskan untuk menghabiskan akhir pekan ini dengan berjalan-jalan ke Tokyo Tower dan mengunjungi rumah kami.
 


“Ah kamu ini Ryuu. Cerewet tau! Ayolah Ryuu... kau akan sangat cantik jika memakai dress itu.” Lagi-lagi Naichi mencoba membujukku. 



Aku pun hanya bisa memajukan sedikit ujung bibirku dan memakai dress itu.


 “Kau sangat cantik. Bagaimana kalau kita wujudkan ucapanmu barusan?  Minggu depan kita ke Harajuku yuk? ” Puji Naichi saat aku masuk kedalam kamarnya. 



Astaga!! Ternyata Naichi juga memakai dress yang sama dengan yang aku pakai. Dan ia sangat cantik dengan rambut yang disanggul kebelakang menampilkan leher jenjangnya. Beberapa helai rambut turun membentuk tirai transparan di kulit lehernya. 


“Ryuu, cobalah memakai make-up. Aku dandani ya?” Tangan Naichi sudah siap sedia dengan beberapa peralatan maku-up yag siap menyapu wajahku. 



Akupun menurut saja. Aku terkesima. Aku belum pernah melihat kakaku secantik ini. Beberapa pikiran yang akhir-akhir ini melandaku tiba-tiba saja datang berkecamuk. Aku tidak habis pikir,


 .................................................. 



Kami segera mengantri didepan lift untuk naik mencapai puncak Tokyo Tower. Saat ini, Toko Tower merupakan menara paling tinggi di dunia.

Sesampainya dipuncak, aku mendekatkan pandanganku untuk menembus kaca melihat pemandangan menakjubkan yang sekali lagi menghipnotisku. Beberapa kali kami sekeluarga juga pernah berkunjung ke sini. Tapi kali ini rasa menakjubkan itu berbeda. Aku seperti merasakan dejavû saat sebuah keluarga melintas didepanku.


 “Ryuuko. Lihatlah ke sebelah sini.” Panggil Naichi sambil menunjuk kesebuah tempat.“Itu rumah kita.” Ujarku takjub. Sambil mengarahkan pandang kearah yang ditunjuk Naichi. 



Saat kami berdua tengah asyik bercerita, “Ryuuko. Naichi.”, Seseorang menepuk pundak kami berdua bersamaan. Aku kaget. Ada rasa paranoid yang berkelebat dibenakku. 



Aku memandang Naichi meminta persetujuan. Dan aku mendapati Mako tengah berdiri didepan kami dengan senyuman lebarnya yang penuh rasa ingin tahu.



........................................................


Be Enjoy :D


Selamat sore :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar