Selasa, 31 Maret 2015

FanFiction ONE OK ROCK: Salahkah Jika Aku Mencintai-Mu?








 WATASHI WA ANATA TO KOI NI ITARA, SORE GA MACHIGATTE IRU








   “Ibu, apa aku salah jika aku suka sama Taka-kun bu?” Aku pun sebenarnya takut menanyakan masalah ini dengan ibu ku.


Ibu hanya diam. Dia menatapku penuh arti. Aku tak berani menatap kedalam matanya. Jadi, aku hanya terus menunduk memandangi jari-jariku yang meremas ujung baju.


   “Apa aku salah bu? Apa aku tidak normal? Apa ibu akan memarahiku?” Kutanyakan sekali lagi.
Dan Ibu lagi-lagi hanya diam. Bodoh sekali aku ini. Seharusnya aku tidak pernah membicarakan hal ini kepada ibu. Ibu pasti akan sangat terpukul. Seharusnya aku tidak menambah beban ibu lagi. Bagi Ibu, Taka sudah seperti anak sendiri. Dan bagi Ibu, Taka hanya sekedar kakak bagiku. Tapi bagiku? Taka tidak hanya sebatas itu.


   “Jika menurut Ibu itu salah, aku tidak akan melakukannya lagi bu, aku tidak akan menyukai Taka lagi.” Aku benar-benar pasrah. Walaupun ibu bukan tipikal orang yang suka memaksakan kehendak, tapi aku selalu menghormati dan menuruti mau ibu. 


   “Tidak nak, kamu tidak salah. Maafkan ibu. Ibu yang salah.”


Aku terperangah mendengar pengakuan Ibu. Mengapa ibu yang salah? Ini kan sepenuhnya salahku. Salah otakku. Salah hatiku. Salah perasaanku. Mengapa aku harus menyukai Taka? Masih banyak orang yang lebih pantas aku sukai di dunia ini.


   “Tidak bu. Ibu tidak salah. Maafkan aku. Memang benar apa yang orang-orang tuduhkan kepadaku. Aku ini tidak normal. Ibu tidak salah apa-apa.” Aku pun meremas kedua tangan ibuku seolah memberinya kekuatan lebih.


.....................................


Taka adalah kakak angkatku. Walaupun sebenarnya umur kami tidak jauh berbeda. Kami lahir di tahun yang sama. Sebenarnya, Taka adalah anak dari adik teman ibu ku. Adik teman ibuku itu mengalami kecelakaan. Yaitu hamil di luar nikah. Jadi, dia memberikan hak asuh Taka kepada Ibuku yang sangat ia percayai.


Limabelas tahun tinggal serumah, selalu bersama-sama, membuat perasaan ini berkembang lebih jauh. Ya, aku mencintai Taka. Bukan cinta yang sederhana. Melainkan cinta yang sangat rumit. Aku memang belum pernah menyatakan cinta kepadanya. Aku takut. Sangat sangat sangat takut. Aku takut dia meninggalkanku dan benci kepadaku. Bahkan kalau dia sampai dia tidak mau bertemu lagi denganku.


Malam itu, adalah malam kelulusan SMP. Aku dan Taka sempat bersenang-senang menikmati pesta yang diadakan oleh pihak sekolah. Kami berdua layaknya remaja biasa. Bahagia menikmati malam terakhir di SMP. Bersenang senang dengan teman-teman kami yang lainnya. Sampai Taka lupa waktu. Ya, Taka memang bukanlah remaja baik-baik sepertiku. Ia tergolong “nakal”. Tetapi kenakalannya itu tidak mau ia tunjukkan kepada Ibuku maupun Ibunya. Ia selalu membatasi kenakalannya agar jangan sampai diketahui Ibu. Ia sering bolos sekolah demi bermain game di game center. Dan aku yang sellu menutup-nutupi kebolosannya itu. Yah intinya, aku yang harus melindunginya.


Dan malam itu, aku baru tahu jika kenakalannya sudah melampaui batas usianya. Dia mengajakku ke rumah Saburo-kun –Teman SMP kami. Aku kira, kami hanya  makan-makan merayakan kelulusan kami dengan keluarganya. Tetapi mereka “berpesta” Sake. Memang tidaklah terlalu memabukkan. Tetapi cukup membuat anak SMP seperti kami mabuk kepayang.

   “Tolong jangan beritahu ibu ya?” Pintanya ditengah acara.

   “Tetapi...”

   “Tolonglah... Aku janji ini kali pertama dan terakhir aku seperti ini.”

   “Bagaimana caranya?”

   “Kau ikut menginaplah disini bersama ku. Nanti biar aku yang mencari alasan agar kamu juga mendapat izin dari ibu. Ya?”

   “Baiklah...” aku pun pasrah saja.


Kami menginap beramai-ramai di rumah Saburo. Orang tua Saburo sedang pergi keluar kota. Aku, Taka, Saburo, dan keempat teman kami yang lainnya pun beramai-ramai tidur dikamar Saburo. Kami menggelar foton untuk dibagi berdua. Tentu saja aku berbagi foton dengan Taka.


Entah mengapa tiba-tiba desiran dan rasa aneh itu muncul. Saat Taka tidur menghadapku, aku jadi tidak bisa memejamkan mata. Aku terus memandangi wajahnya yang kini hanya berjarak beberapa centi dari wajahku. Akupun dapat merasakan hembusan nafasnya dipipi ku. Oh Tuhan, aku jatuh cinta. 


Semalaman suntuk, aku terus terjaga. Terjaga memandangi wajah Taka. Kebersamaan yang selama ini menyelubungi kami pun menumbuhkan cinta di hatiku. Cinta yang mungkin akan ku sesali, tapi mungkin juga cinta yang akan terus kukenang selamanya. Cinta yang salah. Benar-benar salah.


Setelah peristiwa malam itu, hari-hari kujalani dengan sikap berusaha seperti biasanya. Tetapi sesungguhnya aku salah tingkah setiap kali mataku bertemu pandang dengan mata Taka. 


.............................................................


Separuh hidupku dirundung kekhawatiran dan kegelisahan. Rasa ini tetap ada bahkan sampai saat ini. Walaupun kucoba mengenyahkannnya, menghapusnya, melupakannya, tapi tak akan pernah bisa. Aku mencoba mencari pengganti Taka dihatiku, berpacaran dengan orang yang sekiranya lebih baik dari Taka. Tetapi, tetap saja aku tak akan pernah bisa.


.............................................................


   “Taka-kun?” Sebesar inikah Taka? Seganteng inikah Taka?

   “Hai. Apa kabar?” Sapanya sambil memelukku dengan hanggat –hanya sebatas pelukan antar saudara.

   “Kabar baik. Bagaimana kabar ibumu?” 

   “Baik sekali.”


Saat kami kelas dua SMA, Taka pindah ke Kanada bersama ibunya –Yuriko. Karena Yuriko menikah dengan lelaki Kanada dan ia meminta agar Taka ikut bersamanya. Awalnya, Taka sangat keberatan karena harus berpisah dengan aku dan Ibuku. Setelah mendapat bujukan bertubi-tubi, akhirnya Taka pergi ke Kanada. Selain itu juga karena alasan Taka ingin bersekolah di sekolah musik di Kanada yang kabarnya sangat kompeten di dunia permusikan –Bukan berarti juga di negara kami tidak ada sekolah musik yang sehebat itu.


Sepuluh tahun berlalu, dan ia kembali mengunjungi kami. Membawa kabar bahwa ia akan mengadakan mini konser di negara ini dalam waktu dekat.


Setelah ngobrol ngalor-ngidul membahas bermacam topik, Taka menayakan satu hal kepadaku yang rasanya, sangat mengganggu hatiku.

   “Kamu sudah punya pacar?” Tanyanya.

   “Tidak. Memangnya kenapa?”

   “Tidak papa.” Taka kembali melanjutkan kesibukannya.

   “kamu sendiri sudah punya pacar? Pasti sudah kan?”

   “Tidak. Belum. Memangnya kenapa?” 


Ya Tuhan. Kenapa hatiku merasa begitu senang? Apakah aku harus memberitahu Taka mengenai hal ini? Lagipula, beberapa hari lagi ia harus kembali ke Kanada untuk mengurusi dokumen mini konsernya. Seandainya Taka tidak suka dengan pernyataanku ini, aku akan langsung menghindar darinya.


   “Lho kok diam? Memangnya kenapa? Apa yang sedang kamu pikirkan?” Tanyanya lagi.

   “Um... Tidak ada. Sudahlah lupakan.” Tidak. Aku tidak ingin menghancurkan hubungan persaudaraan kami. Tapi, dalam hati kecilku, aku menginginkan Taka.

   “Taka. Boleh aku bertanya sesuatu?” Aku harus memulainya dengan sehalus mungkin. 

Taka yang sedang membaca partitur pun mengalihkan pandangan kearahku. “Silahkan.”

   “Apa aku salah jika aku menyukai kamu?” Aku bersiap-siap untuk lari sejauh mungkin jika apa yang akan Taka ucapkan berupa sebuah penolakan. Aku ini memang benar-benar munafik.

   “Tidak. Tidak salah.” Seulas senyum tersungging di bibir Taka.

Oh Tuhan. Apakah semudah ini mendapatkan jawaban dari Taka? 

   “Kau menyukai ku?” Tanya Taka lagi.

   “Tidak.” 

   “Lalu?” Oh Tuhan, taka nampak sedikit kecewa.

   “Aku.... um, bagaimana aku harus mengungkapkannya? Aku... um.... men...cintaimu.” 

Taka tampak benar-benar terkejut mendengar kata-kata yang keluar dari bibirku.

   “Oh ya? Sejak kapan?” tanyanya lagi.

   “Lama.” Semudah inikah aku mengeluarkan kata-kata juga?

   “Aku juga mencintaimu.” Jawab Taka. Akhirnya.

Aku benar-benar terkejut kali ini. Taka mengucapkannya begitu ringan tanpa beban.

   “Bagaimana pendapat orang lain mengenai hal ini?” 

   “Aku tidak peduli.”


................................................


Inilah Hari pernikahanku. Menikah di usia 26 tahun bukanlah perkara mudah. Akupun berusaha untuk terus menutup telinga. Seolah tuli akan cemoohan dari semua orang. Tetapi untunglah masih banyak juga yang mendukung keputusan kami untuk meresmikan hubungan kami.

Pernikahan ini bukanlah pernikahan mewah. Hanya upacar pernikahan kecil-kecilan yang dilaksanakan di sebuah gereja kecil didekat rumah kami. Taka begitu mempesona mengenakan Tuxedo berdasi kupu-kupu itu.

Tuxedo itu seharusnya ia kenakan di mini konsernya bulan depan. Tetapi konser itu telah kandas. Karena pernikahan ini, para sponsor mundur. Dan Taka lagi-lagi dengan mudahnya mengambil keputusan untuk membatalkan konsernya. Bahkan semua scedule konsernya. 

Menurut pengakuan Taka, ia mulai merasakan rasa itu –Rasa yang sama seperti yang aku rasakan kepadanya, saat hari kepindahannya ke Kanada. Ia memandangku lama. Rasanya berat untuk meninggalkanku. Bukan sekedar karena aku sudah seperti saudara kandungnya. Tetapi karena alasan lain.
Lonceng gereja berdentang dua kali menandakan aku harus segera memasuki altar. Aku menggandeng tangan pamanku –Yang sebagai wali, memasuki altar. Taka sudah menungguku didepan Pendeta. Ia menyambutku dengan senyuman. 

   “Kamu seharusnya tidak memakai gaun ini. Tetapi kamu sangat cantik hari ini.” Taka membisikkan kata-kata yang membuat pipiku lebih merona. Aku cantik?


Pendeta pun mulai mengucapkan sumpah pernikahan yang akan meresmikan Taka menjadi suamiku. 

   “Saudara Morita Takahiro, apakah kamu bersedia meminang saudara Yamashita menjadi istrimu dalam susah maupun senang selama sisa hidupmu?”

   “Saya bersedia.” Ucap taka tegas.


   “Saudara Yamashita Toru, apakah kamu bersedia meminang saudara Morita menjadi suamimu dalam susah maupun senang selama sisa hidupmu?”

   “Saya bersedia.” Jawabku.


Taka tersenyum kearahku dan menggenggap kedua tanganku. Ia mengecup keningku yang disambut dengan suara-suara menghebohkan dari tamu-tamu yang hadir. Aku pun tersipu malu. Lalu, taka menyapukan bibirnya di bibirku. Yang lagi-lagi diiringi suara menghebohkan.


Aku tanya sekali lagi. Apa aku salah jika aku mencintai Taka?


....................................................


Aaa.... terinspirasi sama kisah Phu & Thee di serial Hormones The series.
Lucu kali ya liat Toru pake dress didampingi Taka yang pake Tuxedo. Haha :D


ENJOY :D

Selamat Siang :D

2 komentar:

  1. menurutku alurnya kurang greget ukhti..

    terlalu cepat dan ada sesuatu yang kurang greget gitu.. mungkin kamu bisa tambahin konflik yang lebih wow.. :D

    BalasHapus
  2. bilang ja konfliknya biar kaya yunjae (kata mayang nih) :P

    hehe. iya kak :D telat nih kasih masukannya :P
    kapan-kapan deh. yang lebih panjaaaaaaaang lagi :D

    BalasHapus