Where Are You? The
Disappeared Boy?
Mungkin aku sudah menyerah. Tetapi sebenarnya
aku belum benar-benar menyerah. Aku harus berusaha. FYI, aku tuh tipikal orang
yang keras kepala dan pantang menyerah begitu saja.
Where Are You? The
Disappeared Boy?
............................................
“San-chan, bener kan disekolah Tomo ada orang
yang namanya Taka?” Tanyaku kepada sahabatku –Sanae.
“Sayangnya, gak ada Mi. Namanya bukan
Takahiro. Tapi, Taka Mori. Lagian juga dia kelas 10. Bukan kelas 11.”
Aah. Kali ini, aku benar-benar akan putus asa. Kusandarkan kepalaku di sandaran bangku. Kuterawang langit-langit kelasku. Menatapnya seakan-akan aku dapat melihat langit dari sini dengan menembusnya.Sanae pun melakukan hal yang sama. Kedua tangannya ia silangkan diatas dadanya. Ia menghembuskan udara yang sama beratnya dengan yang aku hembuskan.
“Kamu masih mau nyari dia Mi?” Tanya Sanae
tanpa berpaling menatapku.
“Yap.” Aku pun menjawab pertanyaan Sanae tanpa
menatapnya juga. Sekarang, saat ini, kami terlihat seperti-mahluk-
aneh-yang-menjadi-seorang-siswi-yang-pada-jam-pulang-masih-berada-disekolah-lebih-tepatnya-didalam-kelas-sambil-berbicara-tanpa-saling-tatap-tetapi-malahan-saling-menatap-langit-langit-kelas.
Benar-benar aneh.
“Seberapa penting sih Mi dia buat kamu?”
“Seberapa penting?” aku menatap Sanae tak
mengerti. Aku pun menegakkan dudukku. Beberapa kali sudah aku jelaskan mengenai
hal ini tapi tetap saja Sanae selalu menanyakan pertanyaan yang sama. Dan tak
mungkin aku tidak menjawabnya –Walaupun aku sudah bosan menjawab pertanyaan
yang hampir ratusan kali dilontarkannya kepadaku.
“Iya. Seberapa penting?” Sanae juga menegakkan
tubuhnya dan memandangku. Tangannya ia lipat diatas meja seolah-olah siap
mendengarkan penjelasanku.
“Dia itu gak penting buat aku Nae. Tapi, aku cuma
pengen tau, dan aku juga pengen ngejelasin ke dia kalo sebenernya ada hal yang
menjadi penghalang waktu itu buat aku deket sama dia. Bukan karena aku gak suka
deket sama dia.
“Iya aku tau, aku tau. Mungkin waktu itu dia
ngehubungin aku bukan pengen deket sama aku. Tapi buat sekedar kenal dan
temenan sama aku doang. Iya aku ngerti Nae, tapi yang penting bukan soal
perasaan atau maksud dia sama aku. Tapi, aku pengen kenal sama dia lagi.
“Itu salah aku Nae, salah aku. Saat itu aku
berusaha sok cuek sama dia. Tapi sekarang aku bener-bener kehilangan dia.”
“Enggak lagi Mi, gak ada yang perlu disalahin.
Itu salah takdir. Takdir yang bikin hape kamu ilang. Takdir yang bikin semua
hal yang bersangkutan sama hape kamu juga menghilang.” Sanae meremas kedua
tanganku.
Dan dari sorot mata Sanae-lah aku harus
belajar untuk menerima semuanya. ‘Ya ini takdir. Gak ada yang perlu disalahin.’
.....................................
Lagi-lagi, seusai latihan Karate aku hanya
diam terpekur memandangi hape baru ku. Berharap sebuah esemes masuk yang
mungkin hanya akan berisi kalimat: Sore Miyuki, Ganbatte-ne.
“Iya, pertandingan basket kemaren tuh yang
menang SMP nya Miyuki. Ya kan Mi?”
“He eh.” Jawabku ogah-ogahan.
Beberapa temanku sedang membicarakan mengenai
pertandingan basket antar sekolah yang berlangsung kemaren sore. Aku sih tidak
tertarik sama-sekali. Selain karena aku tidak bisa main basket, juga karena
traumatis terhadap bola basket yang melayang-melayang dari tangan satu ke
tangan yang lainnya.
“SMP Ryagami sebenarnya mempunyai peluang yang
sangat besar untuk memenangkan pertandingan kemaren. Sayang jagoan mereka
mengalami cedera di awal pertandingan. Siapa nama jagoan mereka itu?”
Ah. Basket kan bukan hal terseru di dunia ini.
Kenapa juga harus membicarakan basket sih?. Karate kan lebih seru. Contohnya,
ngobrolin mengenai siapa karateka pertama yang menyandang sabuk hitam Kyu-1
kek, atau siapa yang nyiptain nama tendangan Mawasi-geri kek, atau apalah itu
asal bukan basket.
“Aduh aku lupa. Tak siapa ya? Tak-tak gitu deh
namanya.” Temanku yang agak-agak “belok” menimpali. Ya dia emang agak “belok”,
tapi karena dia gak mau disangka “belok”, dia memilih jadi karateka. Kata dia
sih, biar keren. Tapi kan yang namanya “belok” ya tetep aja “belok”.
Ya, teman-teman ku ini kebanyakan laki-laki. Wajar saja kan? Karena kami sedang latihan Karate. Tapi apa untungnya sih ngomongin basket segala?. Itu kan pertandingan antar-SMP. Mereka kan bukan SMP lagi, tapi mereka sudah SMA. Aduh mereka...
Karena sudah merasa –Sangat sangat sangat,
bosan aku pun beranjak dari tempat dudukku. Lagian aku kan masih SMP dan mereka
SMA. Dan aku anak SMP sendirian. Sampai si cowok agak “belok” itu berujar.
“Aaa.. aku ingat. Jagoan mereka itu namanya
Takahiro Morita.”
Deg. Jantungku mencelos. ‘Takahiro Morita?’
benarkan? Apa aku salah dengar? Sepertinya tidak.
.................................................
“Apa kamu udah yakin kalo Takahiro Morita itu
orang yang kamu maksud?” Tanya Toru sambil terus memegangi pagar rumahnya.
“Sepertinya. Tetapi kan Takahiro Morita yang
aku maksud bukan anak SMP. Dia bilang kalo dia itu anak SMA. Tapi ya, gak ada
salahnya kan mencoba?” Jawabku.
“Yasudah ayo masuk dulu. Tapi kamu jelasin ke
aku mengenai masalah kamu ini.” Toru-pun membimbingku masuk kerumahnya.
“Suatu hari, seseorang mengirimiku esemes. Dan
dia bilang kalo dia itu Takahiro Morita. Sebenarnya aku juga gak tau siapa itu
Takahiro Morita. Dia bercerita banyak hal kepadaku, benar-benar mengasyikkan.
Sampai akhirnya handfone ku hilang. Dan saat itu juga aku kehilangan Takahiro
Morita-ku juga. Aku sudah mencarinya ke sekolahnya, tetapi Takahiro Morita itu
bukan Takahiro Morita yang aku maksud.”
“jadi, kamu minta aku buat memastikan apakah
Takahiro Morita yang jago-baske- yang- dimaksud-temanmu-itu, Takahiro Morita-mu
atau bukan?”
“Kira-kita begitulah.” Jawabku malu-malu.
Toru memang sahabatku sewaktu SD. Kami bahkan
dikira mempunyai hubungan khusus. Dan aku terpaksa meminta bantuannya karena
Takahiro yang aku dengar dari sesama karateka itu, Takahiro yang satu sekolahan
dengan sahabatku –Toru.
“Hem. Kenapa sih sampe sekarang kamu masih aja
nyariin Takahiro itu? Dia gak jelas ada dimana Mi. Mungkin saja waktu itu dia
ngarang nama Takahiro yang sebenernya namanya mungkin saja bukan Takahiro.”
“Yah, dia istimewa aja Ru. Dia orang pertama
yang ngasih aku puisi. Emang bukan puisi romantis. Tapi itu puisi artinya dalam
banget. Aku pengen tau dia lebih banyak, karena dia kayaknya udah tau semuanya
tentang aku.”
“Oke, aku coba bantu ya Mi.” Jawab Toru sambil
menyodorkan kertas salinan puisi yang tadi ia baca.
“Makasih sebelumnya Ru. Aku tunggu hasilnya.”
Jawabku sambil tersenyum puas penuh kelegaan. Semoga saja, ‘Dia’ Takahiro
Morita yang selama ini aku maksud.
................................
“Halo Toru?” Selama dua hari ini aku menunggu
perkembangan dari Toru mengenai kebenaran Takahiro yang aku maksud di
sekolahnya. Dan siang ini aku rasa, dia akan memberiku kabar yang sangat bagus.
Tetapi,
“Halo Mi. Maaf, dia bukan Takahiro Morita-mu.” ......................................................
Sial!! Ini bukan sekedar imajinasi aja lho.
Ini pengalaman gua. Tapi, cowo itu namanya bukan Takahiro Morita sih... namanya
RIZAL ARDIANTO. Kalo penasaran sama puisi yang pernah si Rizal ini kasih ke
gua, udah gua publish ko. Di puisinya ada nama penulisnya “Rizal Ardianto”
Hahaha... jujur. Gua masih suka nyari-nyari
dia lho. Nyari-nyari keberadaan si Rizal ini.Udah 5tahn yang lalu sih emang. Tapi tetep aja
gua kepo sama dia. Karena dia cowo pertama yang ngasih gua puisi.
Bahkan, dia tahu banyak tentang gua. (yang
saat itu gua masih kelas 2 SMP dan dia ngakunya kelas 2 SMA.) katanya, kalo gua
pulang sekolah bareng temen-temen gua, dia sering liatin gua dari tempat nongkrongannya.
Dan katanya juga dia tau banyak hal dari gua karena dia banyak nanya soal gua
ke temen-temennya yang notabene temen seangkatan dan se-sekolahan gua waktu
SMP.
Sampai kejadian naas itu-pun datang!! Damn.
Hape gua ilang!! Gua gak sempet nanya sosmed nya si Rizal apaan. Dan sialnya
juga, gua gak nyalin nomor hapenya dia. Bahkan, sampe saat ini gak ada tuh yang
namanya Rzal Ardianto lagi di hidup gua. Huuhhuuu... :’(
Gua sempet nyari-nyari gitu ke temen-temen gua
yang udah SMA. Dan salah-satu temen gua bilang kalo emang ada temennya yang
namanya Rizal Ardianto –yang gua yakin Rizal yang ngasih gua puisi. Tapi, si Rizal
itu katanya udah pindah ke bandung dua hari lalu. Huhuhu... :’( bener gak ya?
Eits!! Tapi Gua terus berjuang. Dua tahun
lalu, temen gua bilang kalo dideket rumahnya ada yang namanya Riza Ardianto
yang. Akhirnya gua hubungain lah si Rizal-temen gua itu. Tapi ternyata emang
bukan dia si Rizal itu.
Please dong. RIZAL ARDIANTO. Muncullah!!!!! Masa gua yang harus nyari lu diantara bejibun nama orang RIZAL di duia ini??!! hah!! :@
Lima tahun lu ngebayang-bayangin gua terus!!
Lima tahun juga gua timbun rasa penasaran gua tentang lu!! Udah gua baca puisi
lu ribuan kali. Sampe gua hafal diluar kepala. Dan sampe tuh kertas
lecek-kucel-kumel-banget.
Aaaaarrrrrrrrrrrgh!! Gak ada maksud apa-apa
gua nyari lu Rizal!! Cuma pengen aja –tau cowo yang selama ini gua cari.
Haha... jadi sentimen gini dah gua.
.......................................
ENJOY it :D
Selamat Sore :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar