Senin, 03 Agustus 2015

FanFiction MY FIRST STORY + ONE OK ROCK (THT)

(Belum Ada Judul)

Part. V

......................................................


 

“ Halo....


”Ya?...  

 

“Saya sedang banyak kerjaan....


“Suruh orang itu mennghubungi saya....
“Tidak. Bukan lewat telepon kantor seperti ini...
“Ya. Berikan nomor handfone-ku kepadanya...”



Tanda panggilan telefone di sebuah handfone berbunyi.



“Halo....”


     Tomo menutup flip handphone nya. Pekerjaan yang sempat terbengkalai sejenak tadi segera ia teruskan. Walaupun tangannya terus menari diatas keyboard, tetapi pikirannya entah kemana. Ia sendiri pun masih bingung. Barusan, seseorang menelponnya dan meminta bantuannya. Lalu, apa yang harus ia lakukan? Membantunya? Atau membiarkannya saja? Tetapi, masalah ini juga ada hubungannya dengan salah satu anggota keluarganya. Ia tidak bisa tenang. Sungguh, ia tidak akan pernah bisa tenang. Orang itu –lebih tepatnya seorang wanita, memintanya menemuinya di Mermaid Cafe besok pukul lima sore.


....................................................................


“Tom? Kamu gak papa kan?”


Ibu mencemaskan Tomo. Tentu saja. Belum ada sehari persoalan ini menghantui pikiran Tomo, ia sudah kacau terlebih dahulu. Kacau dalam segala-galanya.


“Ya Bu. Aku gak papa...?” Tomo terus berjalan menuju kamarnya.


     Yaampun Taka. Ujar Tomo dalam hati. Ia sangat prihatin dengan keadaan abang kandungnya saat itu. Hampir tujuh bulan belakangan, Taka terlihat kosong. Semua orang mengetahui akar permasalahan yang sedang Taka hadapi. Tapi, semua orang juga tidak dapat menemukan titik terang untuk menyelesaikan masalah itu juga.


......................................................................
 

     Secepat kilat, Tomo mematikan shower yang belum selesai ia gunakan. Ia sedang tidak mood untuk mandi hari ini. Jadi ia hanya berusaha membasahi kepalanya agar terasa lebih segar.


“Tomoooooo......”
 

Tomo mendengus pelan. Ia hafal suara siapa itu. Suara adiknya yang hiper aktif dan tidak-tahu-malu. Cukup sudah ia yang selalu merasa direpotkan atas kehadirannya.
 

     Dulu, sewaktu kecil, selalu ia yang harus mengalah terhadap adik bungsunya itu. Jika Tomo mempunyai makanan, maka ia harus membagi kepada adik kecilnya itu. Dan jika salah satu sepeda mereka kempes, maka Tomo yang harus memboncengkan adik kecilnya itu. Menurutnya, adiknya itu bagaikan setan kecil. Dan menurutnya lagi, adiknya itu super cerewet dan super bawel. Melebihi seorang anak perempuan. Dan ingat, adik Tomo itu laki-laki. Bukan perempuan.
 

“Ya........?” Tomo menjawabnya dengan nada setengah malas dari dalam kamar.
“Gua masuk ya??” Tanya adik kecilnya itu dari balik pintu.
“Sebentar. Pintunya dikunci.” Tomo melangkah dan membuka pintu untuk adiknya itu.
‘Uhg dasar. Gak ada kerjaan sendiri apa.’ Dengus Tomo dalam hati.
“lagi ngapain sih di dalam?”
“Ya lo gak liat rambut gua basah? Abis mandi lah Hir. Lo ngapain? Mau nanyain soal tugas kampus lagi? Ogah ah gua. Itu kan lo yang kuliah, ya lo sendiri-lah yang harus ngerjain tugasnya. Jangan alesan yang macem-macem deh. Dan gak usah ngadu sama Ibu. Ibu tuh kelewat manja tau gak sih sama lo.” Berondong Tomo habis-habisan sebelum adiknya itu memotong pembicaraannya.
 

Dengan santainya, adiknya itu melenggang masuk dan duduk di kursi santai yang menghadap ke jendela.
 

“Engga ko. Gua kesini mau cerita.” Jawab Hiro.
“Cerita apa lagi? Lo gak bosen cerita mulu sama gua? Gua masih banyak kerjaan yang belom kelar nih Hir. Lo gak liat?” Tomo benar-benar sudah malas menghadapi kelakuan adiknya yang satu ini.
“Ya lo kerjain aja. Dan gua tetep cerita. Simpel kan.”
 

     ‘Aaaaargh si Hiro nih ada-ada aja deh. Gua lagi bunek tau. Gua lagi banyak masalah.’ Seandainya lidahnya sanggup berkata demikian, mungkin akan lebih pedas lagi kata-kata yang keluar. Rencananya, hari ini Tomo ingin menyendiri. Merenung. Berfikir matang-matang. Dia bukan pengidap Brother Complex seperti Hiro. Justru, ia kebalikannya. Tomo sangat sulit bercerita mengenai masalahnya kepada siapun. Bahkan kedua orangtuanya. Bukan berarti ia merasa sanggup menyelesaikan masalahanya sendiri, tetapi lebih karena ia tidak sanggup menyusun kata-kata.
Tomo mengangguk sekilas dan lebih memilih pura-pura menyibukkan diri didepan komputernya.
Ya, Hiro itu adiknya yang terkecil. Dan parahnya, ia mengidap Brother Complex akut terhadap diri Tomo. Tetapi dia tidak begitu jika terhadap diri Taka. Apa yang akan Hiro lakukan, dalam pengambilan keputusan sekalipun, ia selalu meminta pendapat Tomo. Dan ia akan begitu sedih jika sesuatu terjadi pada diri Tomo.
 

     Tomo belum pernah merasakan dunia pacaran pun, itu semua gara-gara Hiro. Jika perempuan itu tidak Hiro suka, maka dengan mati-matian pun Hiro akan menjauhkan Tomo dari perempuan tersebut. Malang sekali nasib Tomo?

 

.....................................................................................

 

     Tomo menatap sekitarnya. Terus memperhatikan pintu masuk cafe yang dipasangi bel kecil diatasnya sebagai pertanda bahwa seseorang sedang memasuki cafe dan sedang membuka pintu. Ia akan menengok ke belakang jika bel tersebut berbunyi.
 

     Dan ia akan memperhatikan setiap pengunjung cafe yang kebetulan seorang perempuan akan berjalan kearah mana. Jika kebetulan (juga) pengunjung tersebut berjalan kearah Tomo, maka ia akan memasang sikap waspada –sangat waspada. Hatinya dagdigdug ngilu tak karuan.
 

     Bukan, Tomo bukan sedang menunggu kedatangan pacar ataupun gebetannya. Bukan juga sedang menunggu rekan kerja yang sangat penting. Bukan juga sedang menunggu polisi ataupun detektif.
Kemarin sore, seorang perempuan berhasil menggetarkan hatinya. Bukan karena perempuan itu mengatakan bahwa ia menyukai Tomo. Bukan, bukan itu. Sebenarnya, telepon itu sangatlah singkat. Hanya,
 

“Halo?” Tomo menjawab telepon seseorang yang tidak ia kenali nomornya.
“Tomohiro Moriuchi?”
“Ya. Maaf anda siapa?”
“Bisa bertemu di Cafe Poirot dekat halte ke 13 besok sore?”
“Maaf...?”
“Saya ingin membicarakan masalah Tayuko dengan anda.”
“.....”
“Halo? Kalau begitu, sampai bertemu di Poirot cafe. Oiya, saya Korie Ototoke.”

 

     Dagdigdug. Tomo tidak sedang berada di bumi lagi. Ia sudah jauh tenggelam kedalam bumi dan sampai ke intinya, lalu hancur terbakar lahar inti bumi.
Kenapa saat ia tidak mau lagi berurusan dengan si empunya nama itu, justru ia datang sendiri ke dirinya? Mengapa juga waktu dulu ia mencari-cari si empunya nama itu, bahkan hampir mengililingi jepang, si empunya nama tidak bisa ia temukan? Kenapa harus sekarang. Saat dirinya belum siap. Saat dirinya mulai benci dengan satu nama itu. Saat ia sudah menyerah atas segalanya. Saat fikirannya sedang tidak jernih sedikitpun. Mengapa Tuhan? Tomo menjerit dalam hati. Ia hanya bisa menjerit dalam hati.

 

     Kini Tomo hampir menyerah. Sudah satu jam lebih ia menunggu dan sudah tiga cangkir kopi ia tandas habis. Kini saatnya pulang. Ia tidak peduli siapa lagi yang akan memasuki cafe ini. Sampai seorang pramusaji memanggilnya. Yah... kebetulan ia juga merupakan salah satu pelanggan cafe ini. Dengan siapa lagi ia pergi ke cafe seperti ini jika tidak dengan Hiro. Dan ia pun sangat terpaksa karena tidak mungkin menolak permintaan Hiro yang satu itu. Tomo pun mendekat kearah si pramusaji tersebut yang kebetulan juga sering diajaknya ngobrol sebentar. Pramusaji itu berkata bahwa seseorang sedang menunggunya di bangku luar Cafe dekat dengan pot-pot kaktus. Ya, Tomo tau dimana bangku tempat orang yang pramusaji itu maksud.
 

     Wanita itu menoleh dan segera melepas topinya yang sedaritadi digunakannya untuk menutupi wajahnya. Tomo menatap wanita itu dalam-dalam. Segala rasa berkecamuk didalam hati Tomo. Ia sangat ingin marah kepada wanita yang sedang ada didepannya. Tetapi ia tidak tahu apakah wanita ini tempat yang sesuai untuk menuangkan seluruh emosinya saat ini atau tidak. Setidaknya, ia harus menunggu.
 

 

..............................................................

 

     Kata-kata yang dilontarkan wanita ini sungguh berhasil membuat Tomo takjub dan membeku selama hampir setengah jam. Wanita ini –sebut saja ‘Ia’, membeberkan semua secara gamblang dan lancar.
Wanita ini menyesap kopinya yang sudah dingin itu dengan setengah lirikan masih memperhatikan Tomo. Ia memberi Tomo waktu sejenak untuk mencerna informasi-informasi yang baru saja ia sampaikan.
 

     Ia memang bukan Tayuko tapi ia tahu segala sesuatunya mengenai Tayuko. Bukan, ia bukan mematai atau apapun. Ia tahu sebab ia membaca surat-surat yang Tayuko kirimkan kepadanya. Ya, ia sahabatnya Tayuko. Ia Korie Ototoke, sahabat semasa Tayuko SMA dulu.

 

     Tomo masih bergeming ditempatnya duduk setelah wanita itu berpamitan. Ia tidak dapat merespon reaksi-reaksi di sekitarnya. Entah berapa lama ia masih terpaku disana. Ia ingin marah. Ia ingin menangis. Ia merasa kasihan. Ia berempati. Tetapi ia juga emosi. Ia mulai mengutuki Tuhan dalam hati. Ia menyalahkan takdir. Ia ingin berlari menembus bumi dan tidak akan pernah kembali.
Akhirnya, setelah malam beranjak naik dan cafe pun akan segera tutup, Tomo mulai melangkahkan kakinya yang terasa kebas akibat terlalu lama duduk. Ia tidak lagi merasakan resolusi waktu di sekitarnya. Waktu terasa berputar terlalu cepat bagi dirinya. Ia mulai gontai, tak tahu arah mana yang akan ia tuju. Ia masih syok. Kasihan, dan entah apalagi yang saat ini ia rasakan.
Setelah terlalu lelah berjalan-jalan tak tentu arah, ia ingin mengistirahatkan fikirannya. Ia pun mencari warnet, dan meminta izin kepada si penjaga warnet agar diizinkan untuk menginap di salahsatu bilik warnet tersebut. Ia juga mencoba menghibur diri dengan bermain game online. Ah Tomo, semuanya terlalu lelah untuk di fikirkan.


...........................................................................


     Tomo terlihat sangat kacau. Sangat-sangat-sangat-kacau. Setidaknya itu yang dilihat Hiro. Semalam, Hiro mencoba mendatangi tempat-tempat yang kemungkinan akan didatangi Tomo. Tetapi hasilnya nihil. Justru, Tomo tidak pulang kerumah. Dan pagi ini, Hiro menjejalkan buku tulis, handuk, dan perlengkapan-perlengkapan lainnya untuk dibawa ke kampus. Di ujung jalan, Hiro melihat Tomo berjalan sempoyongan. Hiro tahu, Tomo bukan sempoyongan karena mabuk-mabukan. Ia pun cepat-cepat menghampiri Tomo dan menyeretnya pulang kerumah.

................................................................................

Nulisnya udah dari kapan tau....

Tapi baru sempet di post sekarang. hehe :D

Selamat menikmati :D

Selamat Malam :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar