ShortStory : Who is Phsyco
ME OR HER?
Saya
tidak tahu apa yang harus saya lakukan untuk menghentikan perilaku anak saya.
Anak saya sudah sangat tidak terkendali. Dia begitu antusias melihat kekacauan
yang terjadi di sekelilingnya dan dia sangat senang melihat penderitaan yang orang
lain alami.
Awalnya
saya menganggap hal itu biasa saja. Sampai saya ingat kejadian yang hampir saja
mencelakai saya beberapa tahun silam. Kejadian yang membuat mata dan hati saya
terbuka. Bahwa segala sesuatunya tidak seindah yang kita harapkan.
Saya
berkenalan dengan Indira di kampus. Kami pernah satu kelas sewaktu masih
semester satu. Indira adalah mantan istri saya dulu. Sekarang saya tidak tahu
Indira berada dimana dan kejadian apa yang menimpa dia. Karena saya pikir,
sekarang saya sudah mempunyai keluarga baru yang tidak seperti keluarga saya
yang dulu. Tetapi pada kenyataannya, sosok Indira kembali hadir di kehidupan
saya. Bukan karena saya masih mencintai Indira, tetapi Indira sudah seperti
bayang-bayang kegelapan yang ada di tembok kamar saya setiap saya tidur dimalam
hari.
Indira
merupakan perempuan yang cantik. Bahkan, yang paling cantik diantara satu
angkatan. Indira dan saya menjalin hubungan pacaran tiga bulan sebelum akhirnya
kami memutuskan untuk meresmikan hubungan kami.
Di
tahun-tahun awal pernikahan kami, semuanya masih baik-baik saja. Menurut saya,
Indira adalah istri idaman saya. Sampai akhirnya kami mempunyai seorang putri,
saya fikir semuanya baik-baik saja.
Malam
itu, suara telpon mengagetkan saya yang tertidur dimeja kantor karena saya
sedang kerja lembur malam itu.
“Halo,
dengan saudara Pambudi?”
“Ya,
dengan saya sendiri. Maaf ini siapa?”
Ternyata,
itu telpone dari kepolisian. Mereka menjelaskan bahwa Indira sedang berada di
kantor polisi. Saya sendiri bingung mengapa Indira berada di kantor polisi.
Semua dugaan berkecamuk di fikiran saya. Saya hanya mencoba untuk berfikiran positif.
Sesampainya
di kantor polisi, saya lebih terkejut lagi melihat Indira. Di pakainnya benyak
sekali noda darah. Saya pun hanya bisa memeluk Indira sembari menenangkan diri
saya sendiri.
Menurut
keterangan pihak kepolisian, Indira telah membunuh seorang perampok yang akan
merampok rumah kami berdua. Indira melakukannya sebagai bentuk pertahanan diri.
Maka yang menjadi korban disini adalah Indira. Dia hanya berstatus sebagai
korban sekaligus saksi.
Dua
minggu setelah perkara tersebut selesai dan semuanya berjalan normal kembali,
Indira menceritakan sesuatu yang membuat saya kaget setangah mati. Dia
menceritakan urutan kronologis sebenarnya kejadian malam itu. Dia berkata bahwa
sebenarnya malam itu ia tidak bisa tidur karena saya sedang kerja lembur. Maka
dia pergi ke dapur untuk mengambil minuman. Dia mendengan suara pintu yang
berderit pelan. Pintu rumah kami memang tidak selalu terkunci, karena saya malam
itu sedang kerja lembur yang kebetulan tidak membawa serep kunci rumah. Oleh
karena itu Indira tetap berada di dapur. Entah karena sial atau karena hal
lain, perampok tersebut pergi ke dapur dan tidak sengaja menabrak Indira.
Refleks, Indira menusukkan pisau yang ada di tangannya.
Saya
pun kaget akan cerita Indira yang sebenarnya ini. Karena apa yang diceritakan
Indira dalam forum pengadilan, tidak seperti ini. Beberapa kejanggalan seperti
menggelitik fikiran saya. Seperti, mengapa saat indira mendengar pintu rumah
berderit, Indira tidak lantas mengeceknya ke depan? Mengapa Indira justru hanya
diam di dapur seolah menunggu? Dan, sejak kapan Indira menggenggam pisau di
tangannya? Untuk apa Indira menggenggam pisau di tangannya?
Dan
satu perkataan Indira yang langsung membuat saya memutuskan untuk menceraikan
Indira. Yaitu, dia dengan saintainya berkata “saya kira itu papah yang pulang.”
Seolah-olah tujuan utama Indira adalah membunuh saya.
Saya
tidak habis pikir kenapa Indira mau membunuh saya. Setahu saya, saya tidak
melakukan kesalahan apa-apa. Proses perceraian pun berjalan alot. Indira tidak
serta merta begitu saja mengalah kepada saya. Hak asuh putri kami pun menjadi
persoalan yang begitu diperumit. Jalan tengah satu-satunya yaitu kami
berganti-gantian mengasuh putri kami.
Dan
beginilah akhirnya, entah apa yang telah diajarkan Indira kepada putri kami. Saya
ingin Indira pergi sejauh mungkin dari kehidupan keluarga kecil kami. Dan saya
pun memunyai cara agar Indira tidak akan pernah menemui putri kecil kami lagi.
Yaitu dengan membunuhnya. Mungkin ide gila itu akan tetap ada di fikiran saya.
Tetapi, mungkin bisa jadi akan keluar dari kepala saya dan menjadi sebuah
perbuatan.
...............................................................................
Whooooo..... mungkin gak ya di dunia nyata ada kejadian yang kaya gini?
Tadinya
gua mau bikin endingnya itu cuma sampe si suami menceraikan Indira. Tapi entah
kenapa waktu ditulis lagi, endingnya jadi kaya gini. He he he
Enjoy
gaes... :D
Selamat Sore
Tidak ada komentar:
Posting Komentar