FanFiction ONE OK ROCK : One Shoot
DE EIKEL
.....................................................................................................
“Thanks, honey bunny sweety...” Dia
menyelipkan sebuah amplop kedalam saku blous
ku. Lalu kututup pintu mobilnya dan melambai sebentar. Lalu aku kembali ke
mobilku dan memulai perjalananku kembali. Cari “orderan”, itu yang selalu
disebut-sebut oleh beberapa temanku atas apa yang aku kerjakan saat ini.
Sebenarnya, sebutan mencari “mangsa” itu lebih tepat menurutku. Aku tidak
pernah sekalipun menganggap apa yang aku lakukan ini merupakan sebuah
pekerjaan. Hanya sambil lalu, cukup have
fun aja. Itu yang setiap saat aku doktrin sendiri kedalam pikiranku. Toh aku
masih berstatus sebagai mahasiswi. Dan ekonomiku juga lumayan.
Sambil
menuju ke tempat lain yang sudah aku janjikan sebelumnya, kunyalakan rokok
sebatang dan menghisapnya perlahan. Rasa puas memenuhi sebagian rongga kosong
yang ada di dadaku. Dan sebagian besar yang lainnya hampa, bahkan sudah hancur.
Sempat terlintas sepotong kisah dua tahun lalu, yang segera aku tepis
jauh-jauh. Aku hanya tidak ingin “Si Brengsek” ini terus ada difikiranku. Kalau
aku bisa, aku akan membunuh “Si Brengsek” ini dari potongan-potongan perjalanan
hidupku.
‘Wah,
make-up gua berantakan’ ujarku dalam
hati. Segera kutepikan mobil di bahu jalan yang sudah disediakan dan se-segera
mungkin memperbaiki dandanan-ku. Aku tidak ingin di cap
tidak-profesional-dan-tidak-kompeten dalam urusan hal ini.
Tepat
pukul sembilan malam, aku sudah sampai di lobi hotel dan menunggu seseorang
untuk menjemputku.
“Hai, Akene kan??”
Seseorang menepuk bahuku dari belakang.
Aku gelagapan sekaligus
kaget. Jadi, aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis.
“Udah lama nunggu?”
tanya-nya
“Gak ko. Baru aja
sampe.” Bohong sedikit tidak apa-apa lah.
Pria
ini, mempunyai nama Toru. Lengkapnya, Yamashita Toru. Tanpa berbasa-basi lagi,
aku dan Toru pun langsung bergegas menuju ke-sebuah tempat yang sudah
dijanjikan. Kami berdua naik mobil Toru, Toru ini agak pemalu dan tidak banyak
bicara.
“Jangan terlalu
terlihat kaku ya?” Katanya
“Gua udah
berpengalaman.” Jawabku asal sambil membenarkan posisi gaun ku.
Dia
menyodorkan sebotol parfum kepadaku dan menunjuk gaunku dengan tangan kanannya.
Aku mengerti apa artinya, karena tadi aku habis meroko. Kusemprot parfum itu
secukupnya dan menaruhnya diatas dashboard mobil.
Aku
dan Toru baru pertama kali bertemu. Kami berkenalan beberapa hari yang lalu
melalui sebuah situs internet. Kami tidak berkencan ataupun sedang dalam masa
penjajakan. Memang inilah “tugas” ku. Aku menemani Toru dan memberinya sebuah
status sementara. Ya, berpura-pura menjadi pacarnya maksudku. Dan pastinya akan
ada imbalan yang setimpal juga untukku.
Kali
ini, berbeda dengan lelaki yang lain, Toru mengajakku ke pesta pernikahan teman
sekolahnya dulu. Aku cukup seiya-sekata saja dengan Toru.
Seperti
biasa juga, seperti laki-laki kebanyakan, Toru-pun tidak hanya menginginkan
sebuah status sementara saja dariku. Lebih dari itu, lebih jauh lagi. Dan seperti
biasa pula, aku meminta imbalan lebih. Ya, aku memang sudah terbiasa dengan hal
ini. Bukan hobi-ku sebenarnya, hanya saja ada rasa puas yang mengambang
dihatiku.
Toru
membawaku kembali ke hotel tempat kami janjian bertemu. Toru pun sudah memesan
sebuah kamar sebelumnya. Dia mempersilahkan aku masuk terlebih dahulu. Lalu,
hal yang sudah seperti biasanya pun terjadi.
Kalian
boleh memanggil aku apapun sesuka kalian. Pelacur? Silahkan. PSK? Silahkan. Hostes? Silahkan. Apapun itu. Asal kalian
tahu saja, aku melakukan ini bukan karena memang aku suka. Aku juga mempunyai
batasan-batasan tersendiri untuk diriku. Contohnya saja, aku tidak akan mau
dicium oleh si lelaki siapapun itu.
Tidak
ada batasan untukku antara puas dan tidak puas. Dan antara cukup dan masih
kurang. Disini, saat ini, si lelaki yang memegang penuh atas kendali diriku. Aku
tidak akan pernah menyesal, justru si lelaki yang akan menyesal. Aku jamin itu.
Toru
sudah selesai “melakukannya” dan mempersilahkan aku jika aku ingin pulang
terlebih dahulu. Aku pun memakai kembali gaunku dan mengambil bayaranku. Kutinggalkan
dia dengan perasaan puas sekaligus kasihan. Aku memandang si Toru ini bagaikan
seonggok daging yang dipenuhi oleh belatung yang akan segera menggerogoti
tubuhnya jika saatnya telah tiba.
Aku
masih menikmati rokokku diatas balkon apartemenku. Memaksa memori-ku memutar
kembali kejadian dua tahun lalu. Bermula dari pacarku yang bernama Tomo, untuk
pertama kalinya seumur hidupku, aku diperkenalkan dengan sesuatu yang bernama sex. Aku sangat mencintai Tomo, tidak
ada lagi yang kupikirkan selain membuat Tomo senang. Jadi, disitulah aku dan
Tomo. Disituasi itulah kami. sampai aku menyadari sesuatu. Tomo mengidap HIV. Aku
mengetahuinya dari dokter saat ada acara amal dikampusku dalam rangka donor
darah. Akupun menyembunyikan hal ini dari orang-orang. Aku sangat membenci
diriku. Aku benci Tomo. Aku benci hidupku. Terlebih lagi, Tomo hanya berkata
bahwa dia tiak menyadari telah menularkan penyakit ini kepadaku. Dan dia angkat
tangan lalu pergi entah kemana.
Mulai
saat itu, aku sangat membenci laki-laki. Akupun akhirnya tahu bagaimana aku
dapat melampiaskan semua ini. Jadi, jadilah aku yang seperti sekarang ini.
Obsesiku,
keinginanku, adalah menularkan penyakit yang aku derita ini kepada semua
laki-laki yang menginginkan aku. Bahkan tidak segan pula, aku “memberikan” ini
kepada temanku.
Entah
sudah berapa banyak laki-laki yang aku tulari. Bahkan, tidak akan cukup hanya
sampai Toru saja. Sampai aku mendapatkan kepuasan, sampai laki-laki ini
meraskan apa yang pernah aku rasakan.
Jika
mereka menginginkan aku, sama saja mereka menginginkan penyakit ini.
.......................................................................
(Dalam bahasa Belanda, De Eikel artinya : Si Brengsek)
Wooo... sikopat gak
sih? Agak deh kayaknya
Sekian.
Enjoy gaes..
Selamat Sore :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar