Rabu, 14 Oktober 2015

FanFiction ONE OK ROCK : One Shoot



DE EIKEL


  .....................................................................................................



      “Thanks, honey bunny sweety...” Dia menyelipkan sebuah amplop kedalam saku blous ku. Lalu kututup pintu mobilnya dan melambai sebentar. Lalu aku kembali ke mobilku dan memulai perjalananku kembali. Cari “orderan”, itu yang selalu disebut-sebut oleh beberapa temanku atas apa yang aku kerjakan saat ini. Sebenarnya, sebutan mencari “mangsa” itu lebih tepat menurutku. Aku tidak pernah sekalipun menganggap apa yang aku lakukan ini merupakan sebuah pekerjaan. Hanya sambil lalu, cukup have fun aja. Itu yang setiap saat aku doktrin sendiri kedalam pikiranku. Toh aku masih berstatus sebagai mahasiswi. Dan ekonomiku juga lumayan.


     Sambil menuju ke tempat lain yang sudah aku janjikan sebelumnya, kunyalakan rokok sebatang dan menghisapnya perlahan. Rasa puas memenuhi sebagian rongga kosong yang ada di dadaku. Dan sebagian besar yang lainnya hampa, bahkan sudah hancur. Sempat terlintas sepotong kisah dua tahun lalu, yang segera aku tepis jauh-jauh. Aku hanya tidak ingin “Si Brengsek” ini terus ada difikiranku. Kalau aku bisa, aku akan membunuh “Si Brengsek” ini dari potongan-potongan perjalanan hidupku.



     ‘Wah, make-up gua berantakan’ ujarku dalam hati. Segera kutepikan mobil di bahu jalan yang sudah disediakan dan se-segera mungkin memperbaiki dandanan-ku. Aku tidak ingin di cap tidak-profesional-dan-tidak-kompeten dalam urusan hal ini.
Tepat pukul sembilan malam, aku sudah sampai di lobi hotel dan menunggu seseorang untuk menjemputku.


 


“Hai, Akene kan??” Seseorang menepuk bahuku dari belakang.


Aku gelagapan sekaligus kaget. Jadi, aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis.


“Udah lama nunggu?” tanya-nya


“Gak ko. Baru aja sampe.” Bohong sedikit tidak apa-apa lah.



       Pria ini, mempunyai nama Toru. Lengkapnya, Yamashita Toru. Tanpa berbasa-basi lagi, aku dan Toru pun langsung bergegas menuju ke-sebuah tempat yang sudah dijanjikan. Kami berdua naik mobil Toru, Toru ini agak pemalu dan tidak banyak bicara. 



“Jangan terlalu terlihat kaku ya?” Katanya


“Gua udah berpengalaman.” Jawabku asal sambil membenarkan posisi gaun ku.



     Dia menyodorkan sebotol parfum kepadaku dan menunjuk gaunku dengan tangan kanannya. Aku mengerti apa artinya, karena tadi aku habis meroko. Kusemprot parfum itu secukupnya dan menaruhnya diatas dashboard mobil.



     Aku dan Toru baru pertama kali bertemu. Kami berkenalan beberapa hari yang lalu melalui sebuah situs internet. Kami tidak berkencan ataupun sedang dalam masa penjajakan. Memang inilah “tugas” ku. Aku menemani Toru dan memberinya sebuah status sementara. Ya, berpura-pura menjadi pacarnya maksudku. Dan pastinya akan ada imbalan yang setimpal juga untukku.



     Kali ini, berbeda dengan lelaki yang lain, Toru mengajakku ke pesta pernikahan teman sekolahnya dulu. Aku cukup seiya-sekata saja dengan Toru.



      Seperti biasa juga, seperti laki-laki kebanyakan, Toru-pun tidak hanya menginginkan sebuah status sementara saja dariku. Lebih dari itu, lebih jauh lagi. Dan seperti biasa pula, aku meminta imbalan lebih. Ya, aku memang sudah terbiasa dengan hal ini. Bukan hobi-ku sebenarnya, hanya saja ada rasa puas yang mengambang dihatiku.



     Toru membawaku kembali ke hotel tempat kami janjian bertemu. Toru pun sudah memesan sebuah kamar sebelumnya. Dia mempersilahkan aku masuk terlebih dahulu. Lalu, hal yang sudah seperti biasanya pun terjadi.



     Kalian boleh memanggil aku apapun sesuka kalian. Pelacur? Silahkan. PSK? Silahkan. Hostes? Silahkan. Apapun itu. Asal kalian tahu saja, aku melakukan ini bukan karena memang aku suka. Aku juga mempunyai batasan-batasan tersendiri untuk diriku. Contohnya saja, aku tidak akan mau dicium oleh si lelaki siapapun itu.



     Tidak ada batasan untukku antara puas dan tidak puas. Dan antara cukup dan masih kurang. Disini, saat ini, si lelaki yang memegang penuh atas kendali diriku. Aku tidak akan pernah menyesal, justru si lelaki yang akan menyesal. Aku jamin itu.



     Toru sudah selesai “melakukannya” dan mempersilahkan aku jika aku ingin pulang terlebih dahulu. Aku pun memakai kembali gaunku dan mengambil bayaranku. Kutinggalkan dia dengan perasaan puas sekaligus kasihan. Aku memandang si Toru ini bagaikan seonggok daging yang dipenuhi oleh belatung yang akan segera menggerogoti tubuhnya jika saatnya telah tiba.



     Aku masih menikmati rokokku diatas balkon apartemenku. Memaksa memori-ku memutar kembali kejadian dua tahun lalu. Bermula dari pacarku yang bernama Tomo, untuk pertama kalinya seumur hidupku, aku diperkenalkan dengan sesuatu yang bernama sex. Aku sangat mencintai Tomo, tidak ada lagi yang kupikirkan selain membuat Tomo senang. Jadi, disitulah aku dan Tomo. Disituasi itulah kami. sampai aku menyadari sesuatu. Tomo mengidap HIV. Aku mengetahuinya dari dokter saat ada acara amal dikampusku dalam rangka donor darah. Akupun menyembunyikan hal ini dari orang-orang. Aku sangat membenci diriku. Aku benci Tomo. Aku benci hidupku. Terlebih lagi, Tomo hanya berkata bahwa dia tiak menyadari telah menularkan penyakit ini kepadaku. Dan dia angkat tangan lalu pergi entah kemana.



     Mulai saat itu, aku sangat membenci laki-laki. Akupun akhirnya tahu bagaimana aku dapat melampiaskan semua ini. Jadi, jadilah aku yang seperti sekarang ini.



     Obsesiku, keinginanku, adalah menularkan penyakit yang aku derita ini kepada semua laki-laki yang menginginkan aku. Bahkan tidak segan pula, aku “memberikan” ini kepada temanku.



     Entah sudah berapa banyak laki-laki yang aku tulari. Bahkan, tidak akan cukup hanya sampai Toru saja. Sampai aku mendapatkan kepuasan, sampai laki-laki ini meraskan apa yang pernah aku rasakan.



     Jika mereka menginginkan aku, sama saja mereka menginginkan penyakit ini.




 .......................................................................


(Dalam bahasa Belanda, De Eikel artinya : Si Brengsek)


 Wooo... sikopat gak sih? Agak deh kayaknya


Sekian.


Enjoy gaes..


Selamat Sore :D



Tidak ada komentar:

Posting Komentar