Selasa, 27 Oktober 2015

ShortStory : Stranger





HUMAN TRAFFICKING



  ..........................................................................



     Kepalaku sangat sakit. Pandanganku kabur. Tanganku mati rasa sesaat. Kaki ku juga.



     ‘Yaampun, apa ini?’ teriakku dalam hati. Aku benar-benar kaget dengan apa yang terjadi kepadaku. Disekitar tubuhku banyak sekali balok-balok es batu. Dan balok es tersebut tergenang darah. Dan terlebih lagi aku kaget karena tidak ada sehelai baju-pun yang melekat di tubuhku. ‘Apa yang terjadi dengan diriku?’



     Rasanya aku ingin pingsan saja. Rasanya aku tidak ingin bangun dari tidurku tadi. Rasanya-rasanya-rasanya-dan-rasanya, aku ingin hari ini tidak pernah ada di hidupku. Pikiranku meracau entah kemana. Imajinasiku berterbangan ke hari-hari sebelum hari ini. Ke waktu sebelum ini semua terjadi. Ke menit sebelum aku mengatakan ‘Iya’.



     Oiya, aku baru ingat ‘Iya’ itu apa. Kembali ke memory-ku beberapa jam sebelum aku terbangun didalam bathtub ini. Seperti hari-hari biasa, sepulang dari kampus, aku dan teman-temanku yang lainnya hangout ke mal-mal terdekat atau pergi ke pub tempat biasa kami menghabiskan waktu sampai malam hari. Hari ini, beberapa jam yang lalu, aku pergi ke pub sendirian. Sebenarnya, aku bolos kuliah hari ini. Fikiranku sedang kacau. Kedua orangtuaku yang setiap harinya bertengkar, hari ini memutuskan akan bercerai. Dan parahnya, ayahku sempat menampar kakak-ku hanya karena kakak-ku tidak setuju dengan keputusan mereka untuk bercerai. Jadilah, di pub aku sendirian tanpa teman-temanku. Tiba-tiba seseorang menyapa-ku dari kejauhan.


 “Kariiin.... hai???.. apa kabar?”


Oh, ternyata ini Dewi teman se-SMA ku. Dia si biang heboh. Ternyata masih heboh seperti dulu.


“Kabar baik Wi, loe apa kabar?” Jawabku sambil membalas cipika-cipiki khas Dewi.


“Kabar baik juga, eh iya kenalin ini Rio temen gua. Ri, ini Karin temen SMA gua yang paling cantik se-angkatan. Hihihi..”


“Kenalin, gue Karin. Si Dewi suka berlebihan. Yang paling cantik se-angkatan tuh Dewi sendiri lagi..” Jawabku berusaha merendahkan diri.


“Gue Rionald. Panggil aja Rio biar lebih akrab..” Jawab Rio sambil menjabat tanganku juga.



     Setelah ngobrol jauh ngalor-ngidul  macem-macem, Dewi pamit pulang karena ada urusan dengan pacar-nya. Tadinya, aku kira si Rio ini pacarnya Dewi. Akhirnya, aku dan Rio melanjutkan obrolan kami berdua. Seolah olah obrolan kami tiada habisnya.



     Setelah itu, aku tidak ingat lagi apa yang terjadi denganku. Yang pasti, sampai saat ini aku masih terbaring di bathub. Aku tidak berani keluar dari bathub karena surat perintah yang tergeletak tepat disamping kepalaku.



“Segera telphon nomor ini dan beritahukan alamat yang tercantum dibawah ini. Jangan sekali-kali mencoba keluar dari bathub.”



     Disampingnya juga terdapat handphone. Segera kulakukan apa yang ada di surat itu. Menelphone nomor yang tercantum didalamnya. Ternyata, ini nomor sebuah rumah sakit. Aku bingung harus mengatakan apa saat ditanya sedang dalam keadaan darurat apa. Lalu, aku bilang saja jika kaki-ku mati rasa dan ini adalah keadaan yang sangat darurat. Toh, aku tidak berbohong. Memang kakiku sedang mati rasa.


     Sambil menunggu pihak rumah sakit menuju ke tempat ini, aku berfikir, ‘apa yang sebenarnya terjadi dengan diriku?’ aku sempat curiga, apakah aku menjadi korban pemerkosaan? Tetapi, kenapa aku berada di bathub yang penuh dengan es batu ini? Dan kenapa, tubuhku menjadi mati rasa? Aku tidak merasakan dinginnya es batu ini. Lalu, kenapa es batu ini penuh dengan darah? Bagian tubuhku yang mana yang mengeluarkan darah?



     Ternyata, dibelakang kertas perintah tadi ada sebuah tulisan lagi yang berbunyi; “Dibelakang punggungmu ada dua buah luka. Jika tidak segera ditangani, nyawamu tidak akan tertolong. Aku jamin itu.”



     Aku bingung harus melakukan apa. Aku tidak tahu apa yang seharusnya aku lakukan. Aku menengok untuk mengecek luka itu seberapa parah. Aku tidak berani menyentuhnya karena takut akan menimbulkan darah yang lebih banyak lagi.



     ‘Ya Tuhan’ luka ini benar-benar parah. Dua sayatan besar ada dibagian bawah punggungku. Aku terus berdoa semoga pihak rumah sakit segera datang. Aku sudah menelpon untuk yang ke dua kalinya dan menceritakan kondisiku yang sebenarnya. Dan mereka berkata akan segera datang ketempat ini.



     ‘Apakah Rio yang melakukan ini semua? Apa Dewi juga terlibat dalam hal ini? Atau Dewi tidak tahu menahu tentang hal ini?’
 


“Mbak tetap diam disitu, jangan sekali-kali bergerak ya.” Perintah Suster yang datang ketempat ini.


“Dok, lukanya sangat parah. Apa sebaiknya kita bawa ke rumah sakit saja?” Tanya suster yang lain.


“Mbak, semalam anda bersama siapa di tempat ini?” Tanya si Dokter.


“Rio. Namanya Rionald Dok, saya baru mengenal dia.” Jawabku.


“Anda kehilangan kedua ginjal anda. Luka ini bekas operasi yang dijahit asal. Apa anda bisa menghubungi keluarga anda untuk diberitahu mengenai kondisi anda saat ini?” Tanya Dokter itu lagi.


“Dok, Kita harus mendapatkan donor ginjal sesegera mungkin. Mbak ini sudah terlalu banyak kehilangan darah dan terlalu banyak mendapatkan obat penghilang rasa sakit Dok.”


“Ya dok, waktu kita hanya beberapa jam saja. jika kita memindahkan mbak ini dari bathub, dia akan kehilangan darah yang lebih banyak lagi.”



     Aku hanya memperhatikan apa yang kedua suster dan dokter ini bicarakan. Aku benar-benar mati rasa, sampai-sampai aku tidak merasakan tanganku terpasang selang infus. Jadi, inti dari apa yang mereka bicarakan, adalah aku menjadi korban kejahatan modus baru. Kedua ginjalku diambil dan  diperjual belikan. Dan kini, nasibku tergantung apa ada yang akan mendonorkan satu ginjalnya untukku. Karena setahuku, manusia tidak akan hidup tanpa ginjal. Minimal satu buah ginjal.
Semua-nya menjadi gelap. Dan aku kembali tertidur. Entah untuk sesaat, atau selamanya.




 .............................................................................................



 Cerita ini kisah nyata lhoo... gua terinspirasi buat nulis kisah ini karena gua baca berita online, dan ada orang yang mengalami hal ini. Kejahatan emang macem-macem banget caranya. Orang ini, akhirnya meninggal gara-gara gak ada yang donorin ginjal buat dia. Bukannya gak ada sih, tapi kelamaan buat cari pendonor yang cocok. Lagian kan gak segampang itu juga buat ngedonorin ginjal.
Miris banget emang. Padahal mah, harga ginjal di pasar gelap itu Rp.500.000,00 satu ginjal. Ada-ada aja deh orang yang bisnisnya begituan.


Udah jadi rahasia umum yaang masih dirahasiain sih pasar gelap itu. Susah ngebongkarnya. Susah nentuin pihak mana yang paling bersalah.


Semoga aja, gak ada kasus yang model beginian lagi. Cukup doain yang terbaik aja. Kita gak bisa berbuat banyak kecuali lindungi diri kita sendiri agar terhindar dari kejahatan apapun. Dan, jangan mudah percaya sama orang yang baru kita kenal.


Semoga hal ini bisa menjadi pembelajaran bagi kita semua. Amiin....


Good Morning :D

Rabu, 14 Oktober 2015

FanFiction ONE OK ROCK : One Shoot



DE EIKEL


  .....................................................................................................



      “Thanks, honey bunny sweety...” Dia menyelipkan sebuah amplop kedalam saku blous ku. Lalu kututup pintu mobilnya dan melambai sebentar. Lalu aku kembali ke mobilku dan memulai perjalananku kembali. Cari “orderan”, itu yang selalu disebut-sebut oleh beberapa temanku atas apa yang aku kerjakan saat ini. Sebenarnya, sebutan mencari “mangsa” itu lebih tepat menurutku. Aku tidak pernah sekalipun menganggap apa yang aku lakukan ini merupakan sebuah pekerjaan. Hanya sambil lalu, cukup have fun aja. Itu yang setiap saat aku doktrin sendiri kedalam pikiranku. Toh aku masih berstatus sebagai mahasiswi. Dan ekonomiku juga lumayan.


     Sambil menuju ke tempat lain yang sudah aku janjikan sebelumnya, kunyalakan rokok sebatang dan menghisapnya perlahan. Rasa puas memenuhi sebagian rongga kosong yang ada di dadaku. Dan sebagian besar yang lainnya hampa, bahkan sudah hancur. Sempat terlintas sepotong kisah dua tahun lalu, yang segera aku tepis jauh-jauh. Aku hanya tidak ingin “Si Brengsek” ini terus ada difikiranku. Kalau aku bisa, aku akan membunuh “Si Brengsek” ini dari potongan-potongan perjalanan hidupku.



     ‘Wah, make-up gua berantakan’ ujarku dalam hati. Segera kutepikan mobil di bahu jalan yang sudah disediakan dan se-segera mungkin memperbaiki dandanan-ku. Aku tidak ingin di cap tidak-profesional-dan-tidak-kompeten dalam urusan hal ini.
Tepat pukul sembilan malam, aku sudah sampai di lobi hotel dan menunggu seseorang untuk menjemputku.


 


“Hai, Akene kan??” Seseorang menepuk bahuku dari belakang.


Aku gelagapan sekaligus kaget. Jadi, aku hanya mengangguk dan tersenyum tipis.


“Udah lama nunggu?” tanya-nya


“Gak ko. Baru aja sampe.” Bohong sedikit tidak apa-apa lah.



       Pria ini, mempunyai nama Toru. Lengkapnya, Yamashita Toru. Tanpa berbasa-basi lagi, aku dan Toru pun langsung bergegas menuju ke-sebuah tempat yang sudah dijanjikan. Kami berdua naik mobil Toru, Toru ini agak pemalu dan tidak banyak bicara. 



“Jangan terlalu terlihat kaku ya?” Katanya


“Gua udah berpengalaman.” Jawabku asal sambil membenarkan posisi gaun ku.



     Dia menyodorkan sebotol parfum kepadaku dan menunjuk gaunku dengan tangan kanannya. Aku mengerti apa artinya, karena tadi aku habis meroko. Kusemprot parfum itu secukupnya dan menaruhnya diatas dashboard mobil.



     Aku dan Toru baru pertama kali bertemu. Kami berkenalan beberapa hari yang lalu melalui sebuah situs internet. Kami tidak berkencan ataupun sedang dalam masa penjajakan. Memang inilah “tugas” ku. Aku menemani Toru dan memberinya sebuah status sementara. Ya, berpura-pura menjadi pacarnya maksudku. Dan pastinya akan ada imbalan yang setimpal juga untukku.



     Kali ini, berbeda dengan lelaki yang lain, Toru mengajakku ke pesta pernikahan teman sekolahnya dulu. Aku cukup seiya-sekata saja dengan Toru.



      Seperti biasa juga, seperti laki-laki kebanyakan, Toru-pun tidak hanya menginginkan sebuah status sementara saja dariku. Lebih dari itu, lebih jauh lagi. Dan seperti biasa pula, aku meminta imbalan lebih. Ya, aku memang sudah terbiasa dengan hal ini. Bukan hobi-ku sebenarnya, hanya saja ada rasa puas yang mengambang dihatiku.



     Toru membawaku kembali ke hotel tempat kami janjian bertemu. Toru pun sudah memesan sebuah kamar sebelumnya. Dia mempersilahkan aku masuk terlebih dahulu. Lalu, hal yang sudah seperti biasanya pun terjadi.



     Kalian boleh memanggil aku apapun sesuka kalian. Pelacur? Silahkan. PSK? Silahkan. Hostes? Silahkan. Apapun itu. Asal kalian tahu saja, aku melakukan ini bukan karena memang aku suka. Aku juga mempunyai batasan-batasan tersendiri untuk diriku. Contohnya saja, aku tidak akan mau dicium oleh si lelaki siapapun itu.



     Tidak ada batasan untukku antara puas dan tidak puas. Dan antara cukup dan masih kurang. Disini, saat ini, si lelaki yang memegang penuh atas kendali diriku. Aku tidak akan pernah menyesal, justru si lelaki yang akan menyesal. Aku jamin itu.



     Toru sudah selesai “melakukannya” dan mempersilahkan aku jika aku ingin pulang terlebih dahulu. Aku pun memakai kembali gaunku dan mengambil bayaranku. Kutinggalkan dia dengan perasaan puas sekaligus kasihan. Aku memandang si Toru ini bagaikan seonggok daging yang dipenuhi oleh belatung yang akan segera menggerogoti tubuhnya jika saatnya telah tiba.



     Aku masih menikmati rokokku diatas balkon apartemenku. Memaksa memori-ku memutar kembali kejadian dua tahun lalu. Bermula dari pacarku yang bernama Tomo, untuk pertama kalinya seumur hidupku, aku diperkenalkan dengan sesuatu yang bernama sex. Aku sangat mencintai Tomo, tidak ada lagi yang kupikirkan selain membuat Tomo senang. Jadi, disitulah aku dan Tomo. Disituasi itulah kami. sampai aku menyadari sesuatu. Tomo mengidap HIV. Aku mengetahuinya dari dokter saat ada acara amal dikampusku dalam rangka donor darah. Akupun menyembunyikan hal ini dari orang-orang. Aku sangat membenci diriku. Aku benci Tomo. Aku benci hidupku. Terlebih lagi, Tomo hanya berkata bahwa dia tiak menyadari telah menularkan penyakit ini kepadaku. Dan dia angkat tangan lalu pergi entah kemana.



     Mulai saat itu, aku sangat membenci laki-laki. Akupun akhirnya tahu bagaimana aku dapat melampiaskan semua ini. Jadi, jadilah aku yang seperti sekarang ini.



     Obsesiku, keinginanku, adalah menularkan penyakit yang aku derita ini kepada semua laki-laki yang menginginkan aku. Bahkan tidak segan pula, aku “memberikan” ini kepada temanku.



     Entah sudah berapa banyak laki-laki yang aku tulari. Bahkan, tidak akan cukup hanya sampai Toru saja. Sampai aku mendapatkan kepuasan, sampai laki-laki ini meraskan apa yang pernah aku rasakan.



     Jika mereka menginginkan aku, sama saja mereka menginginkan penyakit ini.




 .......................................................................


(Dalam bahasa Belanda, De Eikel artinya : Si Brengsek)


 Wooo... sikopat gak sih? Agak deh kayaknya


Sekian.


Enjoy gaes..


Selamat Sore :D