Senin, 16 Februari 2015

Short Story: UME TO ZOU (Baca; Ume dan Zou)




Sebenernya, ini cerita udah dikirim ke redaksi majalah. Tapi, udah tiga bulan gak dapet respon. Jadi, daripada mubazir, mending di post di blog aja :D wek wek wek...

Udah lama juga gak ngeblog. kangen eeeeuy ^^,
  



POHON PLUM DAN GAJAH
Part1




 Main Cast :   Ume; *Dalam bahasa jepang, artinya Buah Plum*


                Zou; *Dalam bahasa jepang, artinya Gajah*
Genre       :   Imajination Story, Love Story.


Plot          :   Mix (Artinya, campuran alias maju-mundur) haha :D



  ......................................................................................................................



PROLOG:     

    

        Mimpi yang begitu indah. Tinggal menunggu waktu untuk mewujudkannya. Setengah waktu telah berlalu. Mimipi-mimpi itu telah menjelma dan berputar-putar di sekelilingnya. Menghiasi langkah-langkah kecilnya dengan senyuman. Tetapi, kini setangah perjalanan mimpi-mimpi itu tidak lagi dapat ia lihat seperti biasanya. Tidak sesuai dengan prolog mimpi yang telah ia bayangkan. Lalu, dimanakah sepotong mimpi itu akan berakhir? Akan seperti apa?
 

.....................................................................  


        Semua berawal di suatu malam. Saat itu, angin musim panas telah menjelma bagaikan jarum-jarum es yang menusuk dan akan membuat siapapun kedinginan, bahkan sampai menggigil. Inilah awal dimulainya musim hujan yang sebentar lagi akan mengguyur kota Semarang ini.


         Aku, namaku Ume. Aku sedang menikmati mimpiku bersama seorang laki-laki yang beberapa hari belakangan ini selalu menemaniku di alam mimpi. Sayup-sayup terdengar sebuah lagu yang melantun indah dari music player ku. Aku hafal suara itu, suara idolaku –Hiroki Moriuchi- yang sedang menyanyikan lagu ‘Calling You’ bersama teman-teman band nya. Setengah sadar setengah bermimpi, aku masih bisa menikmati keduanya -mimpi ku dan keadaan nyata ku-. Seolah olah bersatu.


         Aku sedang terduduk disebuah pantai dengan pasir berwarna orange dan hijau yang bercampur menjadi satu –orange warna kesukaan ku- ditemani senja yang seolah-olah tiada akhir. Lautnya pun sangat tenang. Hanya terdengar suara gemericik ombak-ombak kecil yang berkejar-kejaran. Anginnya juga tidak terlalu bergemuruh –relatif konstan-. Di sekelilingku, berserakan cangkang kerang dan siput laut yang berwarna putih dan juga berwarna sedikit orange akibat pantulan cahaya senja. Disampingku, seorang laki-laki tengah bersandar dibahuku. Laki-laki itu hanya dapat kutemui di dunia mimpi ini. Ia menggerak-gerakkan kepalanya seolah menggelitik bahuku. Aku menatap ke arahnya.
Aku ingin mencari kedamaian dibalik wajah itu. Dan... itu! Kutemukan disana! Bola mata yang memancarkan ketenangan, pupil yang bersih hitam pekat. Aku terlalu familier dengan mata dan sorotnya yang seperti itu. Lalu, ia memalingkan wajah. Metapku, mata kami bertemu. Dia memandangku seolah-olah bertanya “Kenapa? Ada yang salah dengan diriku?”


 

      Oh tidak, jadi aku hanya tersenyum berusaha meyakinkan semuanya baik-baik saja. Lalu, aku kembali memandangi senja yang mulai turun karena waktu matahari telah habis untuk memberikan cahaya hari ini. Rasanya, telah lama sekali aku berada disini. Seolah-olah waktu tidak mau lagi berputar untuk membawaku kembali kedalam kenyataan. .



         Tetapi, biarlah. Aku sangat menikmati saat-saat seperti ini. Bersamanya, memandangi wajahnya. Terkadang, dia mengajakku melayang-layang di awan, atau duduk-duduk di padang rumput, atau menonton televisi di ruang keluarga, atau duduk-duduk di tepi sungai, atau berlarian di antara pohon-pohon pinus. Aku belum pernah mendengar suaranya –mungkin juga tida pernah-. tetapi, hanya dengan anggukan atau senyuman kecil, aku cukup mengerti dan itu semua cukup mewakili semua kata-kata yang akan ia katakan.


         Seringkali, aku bertannya sesuatu yang aneh-aneh. Seperti saat kita berdua sedang melayang di awan dan duduk di antara bulan sabit. “Kenapa awan tadi terasa selembut kapas? Bukankah awan itu merupakan sekumpulan uap air yang nantinya jadi hujan?”


         Dia hanya tersenyum. Lalu menunjuk ke arah salah satu awan yang sedang bergerak perlahan, dan membentuk sebuah kalimat dengan gerakan tangannya. Lalu, ia menggenggan kedua tanganku dan tersenyum. Anehnya, aku mengerti apa yang dia maksud itu.
 Maksudnya, “Ini kan dunia mimpi. Di dunia nyata memang seperti itu.”


         Ia berkomunikasi denganku, hanya dengan gerakan dan sentuhan. Tidak dengan kata kata. Suatu hari, aku sempat bertanya mengenai hal tersebut. Kami sedang memunguti buah cherry. Hujan cherry ini membuat kepalaku sakit akibat kejatuhan cherry. Tiba-tiba dia mengusap-usap tangannya yang seolah-olah sedang mengumpulkan udara. Lalu, Cling!! Dari tangan kosongnya, terciptalah sebuah payung . Dia memayungi kami dari hujan cherry ini.


 “kenapa kamu tidak pernah berbicara denganku?”

   

     Ia menyernyit. Terlihat begitu sedih dan kebingungan menghadapi pertanyaanku. Lalu, dia mengusap-usap mulutnya dan dimulutnya terpasang selotip. Ia menggeleng-geleng sambil mencoba menarik-narik ujung selotip itu. Lalu ia mengangkat bahu seolah olah putus asa.


 “oh, sudahlah. Maafkan aku.” Aku mengusap-usap punggungnya.


............................................................


Sekian :D

Selamat Sore :)

Pemirsa... pe pe mi mir sa sa :P coment yoooo.... biar semangat ngelanjutin chap2 nya :) biar cepet publish juga :D
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar