Aku Masih Dalam Lindungan-Nya
Part
1
Peristiwa
ini terjadi saat Maudy –adikku- masih berada dalam kandungan Bunda. Akupun
masih duduk di bangku sekolah dasar.
Awal
cerita, pagi itu saat Bunda tengah menemaniku bermain, tiba-tiba Bunda mendapat
telfon dari Ayah. Ayah sedang berada dirumah Eyang kakung saat itu, tepatnya di
daerah Bekasi.
“Kaka mau ikut Bunda
ke Bekasi tidak?” Tanya Bunda sambil membelai rambutku.
Semenjak
awal Bunda mengandung, panggilan kaka memang diharuskan untukku. Kata Bunda,
aku telah besar dan tidak baik jika masih saja dipanggil dengan sebutan Adik.
Karena akan ada yang menggantikan panggilan Adik itu nanti.
“Tidak Bunda, kak La
dirumah saja.” Tolakku dengan halus.
Saat itu, kebetulan
hari minggu. Dan aku masih duduk dikelas 3SD.
“Kenapa? Kak La ikut
dengan Bunda saja. Nanti dirumah Eyang Kakung, kak La main sama Mbak Ida.”
Bujuk Bunda lagi.
“Kita naik bus kan
Bunda?” tanyaku memastikan.
“Iya sayang.” Sekali lagi,
Bunda membelai rambutku.
Akupun
bersiap-siap dan memasukkan barang-barang yang aku perlukan selama dirumah Eyang
-kebanyakan, hanya mainan-. Sebenarnya, hari ini aku hanya ingin bermain
dirumah saja. Tetapi karena tidak ada saudara yang tinggal berdekatan dengan
aku dan orang tua ku, aku seringkali dibawa kemanapun mereka pergi.
Siang
itu, hari sangat panas –lebih panas dari biasanya-. Bus yang akan kami
tumpangi, terlalu penuh dengan penumpang. Sehingga kami harus menunggu lagi,
lagi, dan lagi. Terpaksa, kami pun menaiki metromini atau bus yang lebih kecil
dengan tempat duduk dari plastik yang akan membuat pantat terasa sangat
nyut-nyutan jika duduk berlama-lama. Tetapi, metromini yang kami tumpangi pun
sama sesaknya dengan penumpang. Sehingga menimbulkan udara yang lebih panas
daripada diluar sana.
Rencananya,
kami naik metromini ini lalu turun di terminal Kampung Rambutan. Lalu, naik
angkutan umum jurusan Bekasi dan turun didepan gang Sodaya. Setelah itu,
perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki slama kurang-lebih 10 menit-an.
Didalam
metromini, sama halnya dengan berada didalam kardus yang penuh dengan udara
panas dan bau-bau badan berbagai macam manusia. Begitu sempit. Akupun tidak
kebagian tempat duduk. Untungnya, seorang kakak perempuan yang baik hati
memberikan tempat duduk yang ia duduki kepada Bunda. Sedangkan aku, duduk
dipangkuan Bunda. Aku sebenarnya tidak tega membiarkan kaki Bunda menjadi
tempat dudukku. Badanku terlalu berat ditopang kaki Bunda. Apalagi, Bunda juga
sedang membawa calon adikku didalam kandungannya. Dan aku juga sangat susah
bernafas.
“Bunda, kakak mau
pulang saja.” Aku merajuk. Sebagian penumpang yang tengah berdiri menoleh
kearahku. Aku jadi kikuk sendiri.
“Sabar sayang...
sebentar lagi kita sampai kok.” Bujuk Bunda sambil mengibas-ngibaskan tangannya
diatas diatas keningku yang berkeringat. Tetapi gerakan Bunda tidak membuat
udara menjadi lebih sejuk sedikitpun. Aku sedikit jengkel –sebenarnya-.
Tiba-tiba
seorang bocah laki-laki yang lebih tua dariku masuk kedalam metromini sambil
membawa sebuah gitar yang lebih kecil dari gitar pada umumnya. Dia mengucapkan
salam dan sebuah kata-kata sambutan seolah-olah akan berpidato.
“Permisi Bapak-Ibu,
saya disini hanya bermaksud mencari sesuap nasi. Saya tidak merampok maupun
mencuri. Sudilah kiranya Bapak-Ibu berbagi sedikit rezeki kepada orang kecil
macam kami...”
Lalu,
dia pun segera menyanyi. Aku tidak tahu lagu apa yang ia nyanyikan. Suaranya
hanya terdengar sayup-sayup, terhalang bunyi deru mesin metromini.
“Hanya ini..........
Pemerintahan yang kacau............ Bapak Presiden.......... Bantu kami
mencari....... Halal............ Kalian semua........... Dengan ikhlas.........
Allah akan menjamahnya........ “
Aku
tidak tahu isi lagu itu sepenuhnya. Tetapi aku kira, maknanya sangat mendalam
bagi orang-orang yang mau mengerti makna dari lagu itu.
Bagi
sebagian orang didalam metromini ini, mungkin bocah itu hanya mengganggu saja.
Menambah panas saja. Bahkan, beberapa orang mulai mengumpat kata-kata yang
–menurutku- kotor dan tidak pantas diucapkan oleh orang seusia mereka.
“Bunda, kenapa sih
banyak yang tidak suka anak itu menyanyi?” Karena rasa penasaran, aku
memberanikan diri bertanya kepada Bunda.
“Sudahlah kak.
Biarkan saja mereka. Tetapi, kak La suka kan?” Tanya Bunda memastikan.
“Iya Bunda, kak La
suka. Kak La pengen lihat wajahnya deh Bunda,”
Lalu, Bunda merogoh
kantong celananya dan mengeluarkan dua lembar uang seribuan.
“Nanti dia kesini,
dan kamu taruh uang ini kedalam apapun yang dia sodorkan ya sayang?“
“Iya Bunda” Kataku
sambi menggenggam uang itu.
“Terimakasih atas
perhatian Bapak-Ibu semuanya. Semoga sampai ditempat tujuan dengan selamat
tanpa kekurangan apapun. Jangan lupakan barang bawaan anda. Jangan sampai
tertinggal. Sekali lagi, terimakasih. Semoga anda semua selalu berada dalam
lindungan Tuan Yang Maha Esa.” Kata anak lelaki itu menutup semua nyanyiannya
tadi.
Lalu,
aku melongok-longok kedepan, menantikan ia sampai pada deretan bangku yang
Bunda duduki. Lalu, tanpa kusadari, dia menyodorkan sebuah kantung platik
kepadaku. Sontak, aku memasukkan uang yang daritadi berada dalam genggamanku.
Lalu ia berkata
“terimakasih adik kecil” sambil tersenyum kearahku.
Refleks,
aku berujar “bolehkah kau do’akan aku, bundakku, dan calon adikku juga?” lalu,
ia menyetujuinya dengan sebuah anggukan kecil dan senyum yang terukir dibibirnya.
Aku
pun membalas anggukan itu dengan senyum yang sangat lebar –selebar yang aku
bisa-.
Aku
senang sekali dengan anak laki-laki yang menyanyi tadi. Selama aku pernah naik
bus yang biasa aku dan orangtuaku tumpangi, tidak ada anak yang menyanyi
didalamnya. Senyuman dan lagu yang tadi ia nyanyikan masih terngiang dibenakku.
Diam-diam, aku berjanji kepada diriku sendiri agar tidak pernah melupakan
kejian dihari ini –sampai kapanpun-.
“Bunda, masih jauh ya?”
Aku kembali merajuk. Aku sudah capek berada didalam metromini ini.
“sebentar lagi sayang...” Bunda memelukku dan menyeka keringat dikeningku dengan sapu tangan
yang dibawanya dari rumah.
............................................................
Selamat Membaca :)
Selamat Malam :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar