Senin, 23 Februari 2015

Short Story: UME TO ZOU (Baca; Ume dan Zou)





POHON PLUM DAN GAJAH
Part 2 



Main Cast :   Ume; *Dalam bahasa jepang, artinya Buah Plum*

                Zou; *Dalam bahasa jepang, artinya Gajah*
Genre       :   Imajination Story, Love Story.

Plot          :   Mix (Artinya, campuran alias maju-mundur)


.....................................................................................


      Ia sangat menyenangkan. Di dunia nyata, aku tidak mau lagi memikirkan ‘apakah aku punya teman atau tidak. Atau aku benar-benar membutuhkan teman.’ Tidak. Tidak lagi.
      Aku belum tahu siapa sebenarnya nama aslinya. Tetapi, aku memanggilnya Zou. Dan sepertinya, ia menyukai nama panggilan tersebut.
      Awal mula aku kenal dengan Zou, saat itu aku baru tertidur lewat tengah malam lebih larut dari biasanya. Lalu, semuanya gelap, pekat. Tetapi, ada sebuah titik terang diantara semua kegelapan ini. Perlahan, kudekati sumber cahaya itu. Semakin kudekati, terasa semakin jauh. Lalu aku berlari untuk mengejarnya. Nafasku memburu. Nafsuku menuntunku untuk terus berlari untuk mendapatkan cahaya itu. Meraihnya. Mengetahui ada apa diantara cahaya tersebut.
      Lalu, beberapa hari aku juga bermimpi hal yang sama. Semakin cepat aku berlari, maka secepat itu juga cahaya itu menjauh. Tetapi, semakin hari juga, cahaya itu semakin terasa dekat.
      Karena putus asa, suatu malam, aku memutuskan untuk tidak meraih cahaya itu. Aku tidak mengejarnya. Justru aku hanya duduk menunggu. Dan, benar saja. Cahaya itu bergerak mendekatku. Aih, seharusnya dari kemarin saja aku menunggu, bukan mengejar. Dan, cahaya itu seolah menelanku.
      Mataku silau karena cahaya putih itu terlalu terang. Bagaikan terdiri dari beribu-beribu cahaya lampu. Kupejamkan mataku erat-erat. Dan seseorang menepuk bahuku. Aku berbalik badan. Tiba-tiba aku sedang berada di padang rumput. Dan seorang laki-laki berdiri di hadapanku. Dia membawa seekor kupu-kupu yang bertengger manis di jari kelingking nya. Dia menyodorkan kupu-kupu itu kepadaku. Kuamati kupu-kupu itu, sayapnya begitu lembut dan berwarna ungu juga merah. Kusentuh kupu-kupu itu dengan lembut, tiba-tiba ia terbang menjauh. Aku berteriak kegirangan dan melambai-lambai kearah kupu-kupu itu pergi. Oh iya aku lupa! Laki-laki itu masih berdiri disampingku, ia sedari tadi memperhatikanku sambil tersenyum manis. Aku malu.
 ..........................................................................

      Aku berjalan gontai memasuki perpustakaan kampus. Beberapa hari ini, aku seakan putus asa. Aku tidak mau lagi menjalani kehidupan di dunia nyata ini.
      Didalam perpustakaan, aku hanya membolak-balik halaman buku acuh tak acuh. Atau sekedar berkeliling membaca judul-judul buku yang ada.
      Lagi-lagi Zou tidak datang kedalam mimpiku seperti biasanya. Sudah beberapa hari ini dia menghilang. Entah kenapa, hanya gelap yang ada di dunia mimpiku. Beberapa kali juga titik terang itu muncul dan aku mencoba mengejarnya. Tetapi,  -semakin jauh, jauh, dan jauh- lalu beberapa kali juga aku menunggu. Hasinya, nihil alias tanpa hasil. Tak ada jejak ataupun petunjuk yang dapat memberitahu dimana keberadaan Zou.
      Malam itu, dalam mimpiku, aku dan Zou sedang berada di sebuah perahu kayu ditengah lautan. Kita sedang mengamati air yang begitu jernih. Beberapa gerombolan ikan menampakkan kepalanya ke permukaan air. Aku begitu senang melihat ikan-ikan itu. Inilah keinginan terbesarku yang selalu ingin ku wujudkan. Tetapi, orang yang aku inginkan berada disampingku adalah orang yang aku cinta. Bukan Zou. Aduh, aku tidak tau pasti apakah itu Zou atau bukan. Tetapi, biarkan untuk saat ini Zou telah membawa keinginanku kedalam mimpi dan mewujudkannya.
      Tiba-tiba, Zou merengkuhku dan memelukku. Kehangatan dan rasa nyaman mengaliri tubuhku, terutama menjalar begitu hangat ke pipiku. Zou menyandarkan dagunya diatas kepalaku dan mencium rambutku. Ia menatap mataku. Kedua tangannya menangkup dikedua sisi pipiku.
      Lalu ia berkata “Aku mencintaimu. Terimakasih telah mengajarkan aku cinta. Walaupun aku tau apa itu konsekuensinya.”
      Dan ia mencoba untuk mengecup bibirku. Sebelum itu terjadi, tubuhnya perlahan-lahan hilang. Bagaikan pasir yang ditiup angin.
      “Aku mencintaimu. Terimakasih telah mengajarkan aku cinta. Walaupun aku tau apa itu konsekuensinya.”

      Kata-kata itu masih terngiang dikepalaku. Suaranya berat tetapi lembut. Dan yang ia ucapkan begitu mengandung arti yang dalam.
      Zou mencintaiku? Aku mencintai Zou? Begitu mustahil untuk disimpulkan. Lalu, kenapa ia berkata tentang konsekuensi? Konsekuensi apa? Apakah, konsekuensi bahwa dunia kita berbeda? Apakah besok aku masih bisa bertemu Zou lagi?
Tetapi, sekarang dunia Zou hanya sebuah kegelapan. –tepatnya, dunia kita berdua-. 


.................................................


Aih. nyampe chapter2 juga :) niatnya sih, mau nyampe chapter3 ja. okedeh *gaje*

Selamat Sore :D :D :D :D 

Kamis, 19 Februari 2015

Short Story: Pengamen Itu...?



Aku Masih Dalam Lindungan-Nya
Part 1




Peristiwa ini terjadi saat Maudy –adikku- masih berada dalam kandungan Bunda. Akupun masih duduk di bangku sekolah dasar.

Awal cerita, pagi itu saat Bunda tengah menemaniku bermain, tiba-tiba Bunda mendapat telfon dari Ayah. Ayah sedang berada dirumah Eyang kakung saat itu, tepatnya di daerah Bekasi.

“Kaka mau ikut Bunda ke Bekasi tidak?” Tanya Bunda sambil membelai rambutku.

Semenjak awal Bunda mengandung, panggilan kaka memang diharuskan untukku. Kata Bunda, aku telah besar dan tidak baik jika masih saja dipanggil dengan sebutan Adik. Karena akan ada yang menggantikan panggilan Adik itu nanti.

“Tidak Bunda, kak La dirumah saja.” Tolakku dengan halus.

Saat itu, kebetulan hari minggu. Dan aku masih duduk dikelas 3SD.

“Kenapa? Kak La ikut dengan Bunda saja. Nanti dirumah Eyang Kakung, kak La main sama Mbak Ida.” Bujuk Bunda lagi.

“Kita naik bus kan Bunda?” tanyaku memastikan.

“Iya sayang.” Sekali lagi, Bunda membelai rambutku.

Akupun bersiap-siap dan memasukkan barang-barang yang aku perlukan selama dirumah Eyang -kebanyakan, hanya mainan-. Sebenarnya, hari ini aku hanya ingin bermain dirumah saja. Tetapi karena tidak ada saudara yang tinggal berdekatan dengan aku dan orang tua ku, aku seringkali dibawa kemanapun mereka pergi.

Siang itu, hari sangat panas –lebih panas dari biasanya-. Bus yang akan kami tumpangi, terlalu penuh dengan penumpang. Sehingga kami harus menunggu lagi, lagi, dan lagi. Terpaksa, kami pun menaiki metromini atau bus yang lebih kecil dengan tempat duduk dari plastik yang akan membuat pantat terasa sangat nyut-nyutan jika duduk berlama-lama. Tetapi, metromini yang kami tumpangi pun sama sesaknya dengan penumpang. Sehingga menimbulkan udara yang lebih panas daripada diluar sana.

Rencananya, kami naik metromini ini lalu turun di terminal Kampung Rambutan. Lalu, naik angkutan umum jurusan Bekasi dan turun didepan gang Sodaya. Setelah itu, perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki slama kurang-lebih 10 menit-an.

Didalam metromini, sama halnya dengan berada didalam kardus yang penuh dengan udara panas dan bau-bau badan berbagai macam manusia. Begitu sempit. Akupun tidak kebagian tempat duduk. Untungnya, seorang kakak perempuan yang baik hati memberikan tempat duduk yang ia duduki kepada Bunda. Sedangkan aku, duduk dipangkuan Bunda. Aku sebenarnya tidak tega membiarkan kaki Bunda menjadi tempat dudukku. Badanku terlalu berat ditopang kaki Bunda. Apalagi, Bunda juga sedang membawa calon adikku didalam kandungannya. Dan aku juga sangat susah bernafas.

“Bunda, kakak mau pulang saja.” Aku merajuk. Sebagian penumpang yang tengah berdiri menoleh kearahku. Aku jadi kikuk sendiri.

“Sabar sayang... sebentar lagi kita sampai kok.” Bujuk Bunda sambil mengibas-ngibaskan tangannya diatas diatas keningku yang berkeringat. Tetapi gerakan Bunda tidak membuat udara menjadi lebih sejuk sedikitpun. Aku sedikit jengkel –sebenarnya-.

Tiba-tiba seorang bocah laki-laki yang lebih tua dariku masuk kedalam metromini sambil membawa sebuah gitar yang lebih kecil dari gitar pada umumnya. Dia mengucapkan salam dan sebuah kata-kata sambutan seolah-olah akan berpidato.

“Permisi Bapak-Ibu, saya disini hanya bermaksud mencari sesuap nasi. Saya tidak merampok maupun mencuri. Sudilah kiranya Bapak-Ibu berbagi sedikit rezeki kepada orang kecil macam kami...”

Lalu, dia pun segera menyanyi. Aku tidak tahu lagu apa yang ia nyanyikan. Suaranya hanya terdengar sayup-sayup, terhalang bunyi deru mesin metromini.

“Hanya ini.......... Pemerintahan yang kacau............ Bapak Presiden.......... Bantu kami mencari....... Halal............ Kalian semua........... Dengan ikhlas......... Allah akan menjamahnya........ “

Aku tidak tahu isi lagu itu sepenuhnya. Tetapi aku kira, maknanya sangat mendalam bagi orang-orang yang mau mengerti makna dari lagu itu.

Bagi sebagian orang didalam metromini ini, mungkin bocah itu hanya mengganggu saja. Menambah panas saja. Bahkan, beberapa orang mulai mengumpat kata-kata yang –menurutku- kotor dan tidak pantas diucapkan oleh orang seusia mereka.

“Bunda, kenapa sih banyak yang tidak suka anak itu menyanyi?” Karena rasa penasaran, aku memberanikan diri bertanya kepada Bunda.

“Sudahlah kak. Biarkan saja mereka. Tetapi, kak La suka kan?” Tanya Bunda memastikan.

“Iya Bunda, kak La suka. Kak La pengen lihat wajahnya deh Bunda,”

Lalu, Bunda merogoh kantong celananya dan mengeluarkan dua lembar uang seribuan.

“Nanti dia kesini, dan kamu taruh uang ini kedalam apapun yang dia sodorkan ya sayang?“

“Iya Bunda” Kataku sambi menggenggam uang itu.
“Terimakasih atas perhatian Bapak-Ibu semuanya. Semoga sampai ditempat tujuan dengan selamat tanpa kekurangan apapun. Jangan lupakan barang bawaan anda. Jangan sampai tertinggal. Sekali lagi, terimakasih. Semoga anda semua selalu berada dalam lindungan Tuan Yang Maha Esa.” Kata anak lelaki itu menutup semua nyanyiannya tadi.

Lalu, aku melongok-longok kedepan, menantikan ia sampai pada deretan bangku yang Bunda duduki. Lalu, tanpa kusadari, dia menyodorkan sebuah kantung platik kepadaku. Sontak, aku memasukkan uang yang daritadi berada dalam genggamanku.

Lalu ia berkata “terimakasih adik kecil” sambil tersenyum kearahku.

Refleks, aku berujar “bolehkah kau do’akan aku, bundakku, dan calon adikku juga?” lalu, ia menyetujuinya dengan sebuah anggukan kecil dan senyum yang terukir dibibirnya.

Aku pun membalas anggukan itu dengan senyum yang sangat lebar –selebar yang aku bisa-.


Aku senang sekali dengan anak laki-laki yang menyanyi tadi. Selama aku pernah naik bus yang biasa aku dan orangtuaku tumpangi, tidak ada anak yang menyanyi didalamnya. Senyuman dan lagu yang tadi ia nyanyikan masih terngiang dibenakku. Diam-diam, aku berjanji kepada diriku sendiri agar tidak pernah melupakan kejian dihari ini –sampai kapanpun-.

“Bunda, masih jauh ya?” Aku kembali merajuk. Aku sudah capek berada didalam metromini ini.


“sebentar lagi sayang...” Bunda memelukku dan menyeka keringat dikeningku dengan sapu tangan yang dibawanya dari rumah. 


............................................................

Selamat Membaca :)
Selamat Malam :D

Senin, 16 Februari 2015

Short Story: UME TO ZOU (Baca; Ume dan Zou)




Sebenernya, ini cerita udah dikirim ke redaksi majalah. Tapi, udah tiga bulan gak dapet respon. Jadi, daripada mubazir, mending di post di blog aja :D wek wek wek...

Udah lama juga gak ngeblog. kangen eeeeuy ^^,
  



POHON PLUM DAN GAJAH
Part1




 Main Cast :   Ume; *Dalam bahasa jepang, artinya Buah Plum*


                Zou; *Dalam bahasa jepang, artinya Gajah*
Genre       :   Imajination Story, Love Story.


Plot          :   Mix (Artinya, campuran alias maju-mundur) haha :D



  ......................................................................................................................



PROLOG:     

    

        Mimpi yang begitu indah. Tinggal menunggu waktu untuk mewujudkannya. Setengah waktu telah berlalu. Mimipi-mimpi itu telah menjelma dan berputar-putar di sekelilingnya. Menghiasi langkah-langkah kecilnya dengan senyuman. Tetapi, kini setangah perjalanan mimpi-mimpi itu tidak lagi dapat ia lihat seperti biasanya. Tidak sesuai dengan prolog mimpi yang telah ia bayangkan. Lalu, dimanakah sepotong mimpi itu akan berakhir? Akan seperti apa?
 

.....................................................................  


        Semua berawal di suatu malam. Saat itu, angin musim panas telah menjelma bagaikan jarum-jarum es yang menusuk dan akan membuat siapapun kedinginan, bahkan sampai menggigil. Inilah awal dimulainya musim hujan yang sebentar lagi akan mengguyur kota Semarang ini.


         Aku, namaku Ume. Aku sedang menikmati mimpiku bersama seorang laki-laki yang beberapa hari belakangan ini selalu menemaniku di alam mimpi. Sayup-sayup terdengar sebuah lagu yang melantun indah dari music player ku. Aku hafal suara itu, suara idolaku –Hiroki Moriuchi- yang sedang menyanyikan lagu ‘Calling You’ bersama teman-teman band nya. Setengah sadar setengah bermimpi, aku masih bisa menikmati keduanya -mimpi ku dan keadaan nyata ku-. Seolah olah bersatu.


         Aku sedang terduduk disebuah pantai dengan pasir berwarna orange dan hijau yang bercampur menjadi satu –orange warna kesukaan ku- ditemani senja yang seolah-olah tiada akhir. Lautnya pun sangat tenang. Hanya terdengar suara gemericik ombak-ombak kecil yang berkejar-kejaran. Anginnya juga tidak terlalu bergemuruh –relatif konstan-. Di sekelilingku, berserakan cangkang kerang dan siput laut yang berwarna putih dan juga berwarna sedikit orange akibat pantulan cahaya senja. Disampingku, seorang laki-laki tengah bersandar dibahuku. Laki-laki itu hanya dapat kutemui di dunia mimpi ini. Ia menggerak-gerakkan kepalanya seolah menggelitik bahuku. Aku menatap ke arahnya.
Aku ingin mencari kedamaian dibalik wajah itu. Dan... itu! Kutemukan disana! Bola mata yang memancarkan ketenangan, pupil yang bersih hitam pekat. Aku terlalu familier dengan mata dan sorotnya yang seperti itu. Lalu, ia memalingkan wajah. Metapku, mata kami bertemu. Dia memandangku seolah-olah bertanya “Kenapa? Ada yang salah dengan diriku?”


 

      Oh tidak, jadi aku hanya tersenyum berusaha meyakinkan semuanya baik-baik saja. Lalu, aku kembali memandangi senja yang mulai turun karena waktu matahari telah habis untuk memberikan cahaya hari ini. Rasanya, telah lama sekali aku berada disini. Seolah-olah waktu tidak mau lagi berputar untuk membawaku kembali kedalam kenyataan. .



         Tetapi, biarlah. Aku sangat menikmati saat-saat seperti ini. Bersamanya, memandangi wajahnya. Terkadang, dia mengajakku melayang-layang di awan, atau duduk-duduk di padang rumput, atau menonton televisi di ruang keluarga, atau duduk-duduk di tepi sungai, atau berlarian di antara pohon-pohon pinus. Aku belum pernah mendengar suaranya –mungkin juga tida pernah-. tetapi, hanya dengan anggukan atau senyuman kecil, aku cukup mengerti dan itu semua cukup mewakili semua kata-kata yang akan ia katakan.


         Seringkali, aku bertannya sesuatu yang aneh-aneh. Seperti saat kita berdua sedang melayang di awan dan duduk di antara bulan sabit. “Kenapa awan tadi terasa selembut kapas? Bukankah awan itu merupakan sekumpulan uap air yang nantinya jadi hujan?”


         Dia hanya tersenyum. Lalu menunjuk ke arah salah satu awan yang sedang bergerak perlahan, dan membentuk sebuah kalimat dengan gerakan tangannya. Lalu, ia menggenggan kedua tanganku dan tersenyum. Anehnya, aku mengerti apa yang dia maksud itu.
 Maksudnya, “Ini kan dunia mimpi. Di dunia nyata memang seperti itu.”


         Ia berkomunikasi denganku, hanya dengan gerakan dan sentuhan. Tidak dengan kata kata. Suatu hari, aku sempat bertanya mengenai hal tersebut. Kami sedang memunguti buah cherry. Hujan cherry ini membuat kepalaku sakit akibat kejatuhan cherry. Tiba-tiba dia mengusap-usap tangannya yang seolah-olah sedang mengumpulkan udara. Lalu, Cling!! Dari tangan kosongnya, terciptalah sebuah payung . Dia memayungi kami dari hujan cherry ini.


 “kenapa kamu tidak pernah berbicara denganku?”

   

     Ia menyernyit. Terlihat begitu sedih dan kebingungan menghadapi pertanyaanku. Lalu, dia mengusap-usap mulutnya dan dimulutnya terpasang selotip. Ia menggeleng-geleng sambil mencoba menarik-narik ujung selotip itu. Lalu ia mengangkat bahu seolah olah putus asa.


 “oh, sudahlah. Maafkan aku.” Aku mengusap-usap punggungnya.


............................................................


Sekian :D

Selamat Sore :)

Pemirsa... pe pe mi mir sa sa :P coment yoooo.... biar semangat ngelanjutin chap2 nya :) biar cepet publish juga :D