"Sumpah lo? lo gak boong kan?" "Sumpah deh gua gak boong. Emang kaya gitu kok ceritanya. Gak ada yang gua kurang-kurangin atau gua lebih-lebihin."
'Gua pengen nangis.... God' gua bener-bener pengen nangis. Sebenernya, gua udah relain Tayuko buat Taka. Tapi tetep ja gua sedih denger kisah mereka berdua.
"Lo tau informasi itu semua dari siapa Tom?"
Seriusan deh. Gua tengeh berusaha membendung air mata biar gak banjir ke pipi gua. 'Gua emang agak cengeng'.
"Waktu Tayuko udah gak bisa ngehubungin Taka lagi karena tertekan, dia justru hubungin gua. Dia cerita semuanya __hampir semuanya__ gua juga kasihan sama dia sih. Awalnya emang gua anggep curhatan dia sambil lalu ja. 'ngapain gua mikirin dua. Orang dia pacar Taka kok'. Tapi setelah keadaan Taka jadi kayak gitu, gua coba bantuin dia dan cari solusi-solusinya. Termasuk bantuin dia buat masuk ke kampus lo." "Kampret lo Tom. Temennya kalong lo!!" "Lho kenapa? ada yang salah?" "Gara-gara lo bantuin dia masuk ke kampus yang sama kaya gua, gua...... Ah shit. Bener-bener kampret lo."
Gua pukul dia pake bantal yang ada dipangkuan gua.
Tomo cuma diem gak bereaksi, dan mandang gua dengan tatapan lugunya.
"Lo gak usah belagak gak tau gitu. Mau gua lempar lagi? Gua kesel sama lo Tom. Kenapa lo gak cerita sama gua dari awal sih?"
Tomo berdiri dari kursinya, dan duduk diatas kasur disamping gua. "Lo kenapa kesel sama gua? emangnya harus ya gua cerita semua yang gua tau dan gua lakuin diluar sana ke lo?" "Ya gak gitu juga. Seenggaknya, gua gak bakalan suka sama Tayuko kalo gua tahu dia dari dulu. Dan seenggaknya, gua bisa bantuin dia juga." Gua mulai garuk-garuk kepala. "Lo suka sama Tayuko?" "Iya. itu kemaren. Sekarang, gua udh ikhlas dan rela kalo Tayuko pacaran sama Taka." "Asal lo tau Hir....."
"Hiro... Tomo.... Turun sayang, ayo kita makan malam sama-sama." Ibu gua manggil kita dengan cara teriak-teriak dari dari ruang makan. Asal lo tau aja, suara ibu gua itu melengking menusuk-nusuk kuping.
"Ayo Hir kita turun." Ajak Tomo. "Lanjutin dulu omongan lo yang tadi. Asal gua tau apa?" "Nanti gua lanjutin lagi ko. Janji"
Gua pun ngangguk dan kita turun berdua menuju ruang makan. Kita gak mau nunggu Ibu manggilin kita lagi untuk yang kedua kalinya. Tapi, 'eiiiittts' tunggu. Mending, gua kucek-kucek mata dulu. Tapi, beneran kok apa yang gua liat. Gua liat apa coba?. Gua liat bidadari mau makan. Eh, maksudnya gua liat Tayuko mau makan sama keluarganya Taka. Eh, gua juga keluarga Taka deng. Aduuuh tuh kan gua jadi linglung.
"Kalian mau makan apa sayang?" suara ibu bikin kesadaran gua balik lagi. "sup Tofu deh bu." Kata Tomo. "Aku juga bu." Gua mah ngikut aja.
Obrolan di meja makan gua gak nyaman. Gak nyaman sama sekali. Tau gak apa yang mereka obrolin?. Rencana pernikahan Tayuko sama Taka coba?!. Mereka mau nikah?!. Tau gak sih gimana sakit hatinya gua?. Oh, udah tau?! yaudah gak usah dideskripsikan. Udah tau sendiri kan? (=,=")
Ayah gua: "Gimana kalo pernikahannya tanggal 1 Mei aja?. Di gereja deket stasiun kereta itu lho bu." Ibu gua: "Ya... itu ide bagus. Bagaimana menurut kalian?" Taka: "Aku setuju. Bagaimana menurutmu Yuko?"
'Yuko?. Itukan panggilan sayang gua buat Tayuko. Setau gua, gak ada orang lain yang manggil manggil Tayuko dengan panggilan Yuko deh. Sumpah, gua tambah gak betah banget.'
Tayuko: "Aku terserah kamu Ka.." Taka: "Bagaimana menurut kalian?" Tomo: "Menurut gua Tak, lebih baik ditaman deket halte bus aja. Tapi pas musim semi, pas bunga sakura." Gua: "Kenapa harus di taman deket halte? lebih bagus di gereja, atau gak di halaman depan gereja juga bagus ko."
Tayuko senyum kearah Taka dan nyenggol sedikit bahu Taka pake bahu dia.
Taka: "Karena, di halte bus itu tempat pertama kali kita pernah bertemu dan kita dipertemukan kembali oleh takdir Tuhan." Ibu gua: "Gimana kalo tema nya 'halte bus' dan tempatnya tetap di gereja?" Ayah gua: "Ide bagus bu. Tanggalnya?" Tayuko: "Akhir April. Tepatnya, saat bunga sakura berguguran."
"ibu, biar aku bantu ya?" Tayuko menawarkan diri buat bantu-bantu ibu beresin meja makan. Itu artinya, gak ada lagi yang namanya ngomongin soal pernikahan lagi.
"Ayo semuanya, kita main catur bunga yuk?" Ayah mengajak kami bertiga untuk duduk di teras samping rumah. Ayah udah nyiapin papan catur plus bidak-bidak caturnya. dan kami mengelilingi bagian papan masing-masing dan memulai permainan. Hari ini, malam ini, ayah terlihat begitu bahagia. Dan sebenarnya kita semua bahagia. Tetapi, aku masih saja merasa sedih. Walau hanya sedikit.